Sumartono |
"Kita Menguasai Sumber
Daya Alam Kita Secara De Jure, Secara De Fakto Dikuasai oleh Asing"
Penulis : Sumartono (Sekjend DPP SRMD)
Sebuah
persitiwa monumental telah di goreskan oleh para pemuda bangsa kita dari
berbagai kelompok atau golongan di negeri ini, 88 tahun yang lalu tepatnya pada
tanggal 28 Oktober 1928.
Peristiwa
yang saat ini kita kenal dengan sebutan “Sumpah Pemuda”. Tanpa peristiwa
ini, maka mungkin akan mustahil bagi bangasa kita untuk bisa lepas dari
belenggu kolonialisme dan imperialisme.
Sumpah
untuk betanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu, nampaknya bukanlah
sebuah sumpah palsu atau isapan jempol belaka. Namun sumpah itu, dilaksanakan
secara konsekwen.
Perjuangan
yang awalnya berbasis kedaerahan berubah menjadi perjuangan bersama atau
perjuangan nasional. Sumpah yang di pelopori kaum muda progresif tersebut ibarat
virus menjalar keseluruh pelosok nusantara saat itu.
Sumpah
pemuda untuk bersatu adalah salah satu cara yang paling memungkinkan saat itu,
dalam meraih cita-cita kemerdekaan. Sebab tanpa gerak bersama maka akan sulit
melawan kekuatan besar kolonial waktu itu, yang cukup terorganisir.
Dan
kemerdekaan kata Bung Karno adalah “Jembatan Emas”. Jembatan yang
tentunya akan menjadi perantara menuju masyarakat Indonesia yang berdaulat,
adil dan makmur.
Meski
demikian, pada usia ke 88 tahun Sumpah Pemuda dikumandangkan dan 71 tahun pasca
kita memproklamirkan diri sebagai bangsa yang merdeka. Namun tampaknya realitas
saat ini, tak jauh beda dengan kondisi bangsa kita pada jaman kolonial.
Kekayaan
alam kita sebagian besar masih dikuasai oleh bangsa asing. Sebab negara kita
menerapkan sistem ekonomi yang bersifat liberalistik dan kapitalistik.
Padahal,
UUD 1945 dalam Pasal 33 Ayat 1 menyatakan bahwa, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan”. Kemudian pada Pasal 33 Ayat 2 ditegaskan bahwa, “Cabang- cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Lalu
semakin diperjelas dalam Pasal 33 Ayat 3 bahwa, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat.
Dan pada Pasal 33 Ayat 3 dikatakan bahwa, “Perekonomian nasional diselenggarakan
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” .
Para
pendiri bangsa kita sudah meletakkan dasar negara kita dan cara untuk meraih
kesejahteraan dengan cukup baik. Namun dalam pelaksanaannya negara kita belum
bisa secara konsisten melaksanakannya.
Apa
yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 33, seolah- olah hanya angin surga yang
melintas di telinga. Kita hanya menguasai sumber daya alam kita secara de jure.
Namun secara de facto dikuasai oleh bangsa asing.
Ini
adalah persoalan serius dan mendasar. Sebab tanpa kemandirian mengelola sumber
daya alam tersebut, akan musthil kita bisa berdaulat secara ekonomi. Dan tanpa
kemandirian ekonomi, akan sulit mengurai berbagai persoalan dan problem bangsa
kita.
Apakah
sulit menguasai seluruh sumber daya alam kita, secara de facto ?
Mungkin
sekarang kita berfikir bahwa belum bisa. Sama ketika para pemuda bangsa kita mewacanakan
untuk merdekapada tahun 1928, yang baru terwujud pada tahun 1945.
Kita
tentunya akan menghadapi kekuatan besar yang ingin tetap menikmati sumber daya
alam tersebut.
Persiapannya
kita ada pada pemuda bangsa yang akan mengelola dan memperjuangkannya secara
politik. Dan itu harus terus di gulirkan seperti bola salju yang terus
membesar.
Selamat
Hari Sumpah Pemuda
Jakarta,
28 Oktober 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Serikat Rakyat Miskin Demokratik (SRMD) tidak bertanggung jawab atas komentar yang anda tulis pada halaman komentar, admin situs ini juga akan menghapus komentar yang tidak objektif dan atau postingan yang berbau SARA.