William Marthom (Jubir FORI- Palopo) |
“Menolak
Kenaikan Tarif PDAM adalah Bagian dari
Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Memerintahkan Kebaikan dan Mencegah Kemunkaran)”
Pemerintah Daerah dan PDAM Jangan
Bersikap Anti Kritik
Pada umumnya
segala sesuatu yang berupa “kado” akan membuat penerima kado itu menjadi
senang, bahagia dan penuh syukur. Setidaknya itulah gambaran umum yang
terlintas dipikiran kita saat merenungkan seperti apa ekspresi dan perasaan
orang ketika menerima kado dari seseorang, baik secara pribadi maupun kado itu
diberikan atas nama lembaga tertentu termasuk institusi pemerintahan.
Kendati
demikian fakta dan realitas berbanding terbalik saat Walikota Palopo Judas Amir
memberikan “Kado Tahun Baru 2014”
kepada pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Palopo. Hal itu terjadi
karena Kado Tahun Baru 2014 yang diberikan oleh Sang Walikota “Judas Amir” dalam
bentuk “Kenaikan Tarif PDAM” sebesar rata- rata 15 persen untuk setiap Kelompok
Pelanggan PDAM yang efektif berlaku sejak 1 January 2014 adalah hal yang secara
otomatis menambah beban ekonomi masyarakat pelanggan. Dan tentunya juga akan
membuat para penerima kado itu (pelanggan PDAM) menjadi kecewa dan bahkan
mungkin marah atau setidaknya melakukan kritik pedas dan atau protes.
Secara umum
masyarakat awam khususnya pelanggan berpenghasilan rendah di bawah Upah Minimum
Provinsi (UMP) atau rakyat miskin yang merupakan komponen mayoritas dalam
Kelompok Pelanggan PDAM bisa jadi kurang dewasa saat mengkritik karena tersulut
emosi atau memang karena wajar mengoreksi kebijakan tersebut secara kritis. Sehingga
bisa jadi, mau mengkritik tapi ternyata menghina. Itu beda sekali. To critize dan to insult. Mengkritik dan menghina. Padahal mengkritik adalah
suatu hal yang sangat baik. Jika meminjam istilah Cak Nur sapaan akrab Prof.
DR. Nurcholis Madjid yang mengatakan bahwa; “mengkritik adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar yang berarti
memerintah kebaikan dan mencegah kemunkaran”. Sebaliknya sebagai timbal
balik dari ketidak dewasaan ini, orang yang dikritik baik- baik bisa jadi menerimanya
sebagai penghinaan. Itu juga indikasi ketidak dewasaan.
Seperti halnya
ketika Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI- Palopo) mengkritik dan menolak
kenaikan tarif PDAM yang ditetapkan oleh Walikota Palopo Judas Amir. Saat Judas
Amir menanggapi kritikan atau protes tersebut, beliau langsung berkomentar
lewat media online bahwa; “Bagi siapa
saja kalau ada yang keberatan atas kenaikan tarif PDAM silakan saja gugat ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pemkot Palopo selalu siap menghadapi
gugatan tersebut”, reaksi Judas Amir yang demikian juga terkesan kurang dewasa
tentunya.
Sikap tidak dewasa dalam merespon
kritik juga diperlihatkan oleh Direktur PDAM Palopo Yasir, ketika merespon
sejumlah kritik dari berbagai kalangan terkait dengan program sambungan air
minum bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dari dana hibah Australia AID
yang disalurkan lewat Kementrian PU Cipta Karya dan dikelola oleh PDAM Palopo.
Yasir mengatakan bahwa; “ Jika ada indikasi pelanggaran dalam program hibah
tersebut silakan dilaporkan kepada pihak penegak hukum atau digugat ke PTUN.
Tetapi jika laporan tersebut tidak dapat dibuktikan secara hukum maka PDAM juga
akan melapor balik para pelapor”, ujar Yasir seperti yang dilansir Koran SINDO edisi Sabtu 17 Mei 2014.
Padahal jika
mencermati artikel karya Sukidi di Kompas
tahun 1998 lalu dengan judul; “Cak Nur,
dan Oposisi Loyal”, dalam artikel itu kita akan melihat penjelasan secara
sosiohistoris, pesan beroposisi ini sudah sekian lama dipraktekkan para
pemimpin besar Islam di periode awal sejarah Islam. Khalifah besar Abu Bakar
Ash- Siddhiq (11- 13 H./ 632- 634 M) misalnya yang dikenal sebagai sahabat
karib Rasulullah, menganjurkan rakyatnya untuk mengkritik dan beroposisi kepada
penguasa. Tatkala Ia diangkat sebagai khalifah (pemimpin) pertama sepeninggal
Rasulullah, Ia menyampaikan pesan kepada rakyatnya bahwa; “Sesungguhnya aku
telah dipilih untuk memimpin kalian dan aku bukan orang yang paling baik
diantara kalian. Apa bila aku berbuat baik, maka dukunglah aku, dan apa bila
aku berbuat sala, maka luruskanlah aku”.
Secara
filosofis, manusia tidak mungkin selalu benar, maka harus saling mengingatkan,
apa yang tidak benar dan tidak baik. Dengan argumen diatas, maka benar tesis
Profesor Fahmi Humaydi, yang menyatakan bahwa; “Oposisi sikap mengkritik dan
mengoreksi secara konstruktif terhadap penguasa yang cenderung korup dan
otoriter bukan sekedar hak, tetapi juga sudah menjadi kewajiban umat”. Jadi,
pelanggan PDAM punya kewajiban beroposisi semacam itu. Dalam suatu Hadist, Nabi
Muhammad SAW menegaskan bahwa; “Jika engkau melihat umatku merasa takut untuk
mengatakan kepada orang (penguasa) zalim, maka ia telah membenarkan
tindakannhya”. (Hadits Riwayat Abu Dawud).
Uraian diatas setidaknya dapat menjadi referensi
kita bersama dalam melakukan kritik dan atau menerima kritik ketika merespon
masalah penolakan kenaikan tarif PDAM. Sebagai sesuatu yang wajar bahkan wajib
karena merupakan bahagian dari amar
ma’ruf nahi munkar.
Landasan
Pembentukan PDAM
Jika mencermati secara sosiohistoris pembentukan
PDAM, maka kita akan berkesimpulan bahwa; “PDAM dibentuk karena merupakan
perintah aturan perundang- undangan yang berlaku”. Seperti perintah Undang-
Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dalam Pasal 33 ayat (2) yang menekankan bahwa; “Cabang-
cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara”. Yang selanjutnya dipertegas dalam ayat (3) Pasal 33 UUD 1945
dengan penekanan bahwa; “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besarnya
kemakmuran rakyat”. Itulah dasar untuk mendirikan PDAM dalam bentuk Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 5 Tahun
1962 tentang Perusahaan Daerah.
Karena sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Maha Esa, yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejatraan bagi seluruh
rakyat Indonesia dalam segala bidang “jika” dikelola dengan baik dan benar. Dan
dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersedian air yang cenderung
menurun, serta kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib
dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara
selaras.
Uraian diatas
merupakan landasan fundamental atas dibentuknya PDAM Palopo, yang selanjutnya diperkuat
dengan Undang- undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Dan mendapat
dukungan semakin kuat dari Pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyedian Air Minum.
Tri Fungsi PDAM yang Fundamental
Sumber daya air
mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi yang diselenggarakan dan
diwujudkan secara selaras, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 UU No 7 Tahun
2004. Hal ini merupakan landasan fundamental yang secara normatif mewajibkan PDAM
dalam menjalankan fungsinya sebagai Penyelenggara Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) sesuai dengan
ketentuan PP No 16 Tahun 2005. Itulah tri (tiga) fungsi PDAM yang wajib
diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.
Ketiga fungsi
tersebut dapat dijabarkan dan dijelaskan sebagai berikut:
Pertama- Sumber daya air mempunyai fungsi sosial berarti bahwa sumber daya air untuk
kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan individu.
Karena PDAM sebagai Perusda atau BUMD selaku penyelenggara pengembangan SPAM
dalam kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan atau meningkatkan
sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran
masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan
air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Dalam hal ini PDAM
yang bertugas menyediakan air minum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar
mendapat kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 PP No 16 Tahun 2005. Hal tersebut juga dipertegas dalam Pasal 5
UU No 7 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa; “Negara menjamin hak setiap orang
untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari- hari guna memenuhi
kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif”.
Fungsi sosial
PDAM selaku penyelenggara pengembang SPAM juga terang benderang dalam Pasal 80 ayat
(1) UU No 7 Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa; “Pengguna sumber daya air untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari- hari dan untuk pertanian rakyat tidak dibebani
biaya jasa pengelolaan sumber daya air”.
Kedua- Sumber daya air mempunyai fungsi lingkungan hidup berarti bahwa sumber daya
air menjadi bagian dari ekosistem sekaligus sebagai tempat kelang-sungan hidup
flora dan fauna. Sebab PDAM selaku
penyelenggara pengembangan SPAM sesuai dengan PP No 16 Tahun 2005, maka PDAM berkewajiban
melindungi dan melestarikan sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU
No 7 Tahun 2004 yang berbunyi; “Perlindungan dan pelestarian sumber air
bertujuan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan
keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam,
termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia”. Juga
berkewajiban melaksakan konservasi sumber daya air, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (18) UU No 7 Tahun 2004.
Pengelolaan SPAM
dilaksanakan dengan mengutamakan asas keadilan dan kelestarian lingkungan hidup
untuk menjamin keberlanjutan fungsi pelayanan air minum serta peningkatan
derajat kesehatan dan kesejatraan masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) Pasal 33 PP No 16 Tahun 2005, sangat terang benderang menjelaskan tentang
fungsi PDAM pada bidang lingkungan hidup.
Ketiga- Sumber daya air mempunyai fungsi ekonomi berarti bahwa sumber daya air
dapat didayagunakan untuk menunjang kegiatan usaha.
Sebagaimana kita ketahui bahwa PDAM sebagai Perusda dalam bentuk BUMD
diusahakan dalam rangka pelaksanaan program umum Pemerintah di bidang ekonomi
sebagaimana digariskan dalam Manifesto Ekonomi Politik Republik Indonesia
tanggal, 17 Agustus 1959 yang selanjutnya telah diperkuat dengan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia (TAP MPRS-RI)
No.I/MPRS/1960 dan No.II/MPRS/1960 mengenai keharusan diadakannya reorganisasi
dalam alat- alat produksi dan distribusi yang ditujukan kearah pelaksanaan
Pasal 33 UUD 1945 yang merupakan dasar pertimbangan pembuatan UU No 5 Tahun
1962 tentang Perusahaan Daerah.
Dalam ayat (1)
Pasal 5 UU No 5 Tahun 1962 ditegaskan bahwa; “Perusahaan Daerah adalah satu
kesatuan produksi yang bersifat: a) Memberi jasa; b) Menyelenggarakan
kemanfaatan umum; dan c) Memupuk pendapatan”. Pada ayat berikutnya juga menegaskan
bahwa; “Tujuan Perusahaan Daerah adalah untuk turut serta melaksanakan
pembangunan Daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya dalam
rangka ekonomi terpimpin untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan
industrialisasi dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan ,
menuju masyarakat adil dan makmur”.
Penjelasan
fungsi ekonomi tentang pengaturan pengembangan SPAM bertujuan untuk: a)
Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga
yang terjangkau; b) Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan
penyedia jasa pelayanan; dan c) Tercapainya peningkatan yang efesiensi dan
cakupan pelayanan air minum; sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PP No 16 Tahun
2005.
Ayat (1) Pasal
60 PP No 16 Tahun 2005 juga menjelaskan bahwa; “Tarif air minum merupakan biaya
jasa pelayanan air minum dan jasa pelayanan air limbah yang wajib dibayar oleh
pelanggan untuk setiap pemakaian air minum yang diberikan oleh penyelenggara”. Perhitungan
dan penetapan tarif air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijelaskan
pada ayat selanjutnya dengan didasarkan pada prinsip- prinsip yang meliputi
keterjangkauan dan keadilan, mutu pelayanan, pemulihan biaya, efesiensi
pemakaian air, transparansi dan akuntabilitas, serta prinsif perlindungan air
baku.
Analisis
Kenaikan Tarif PDAM Palopo
Dalam
melakukan “Analisis atau kajian dan uji
kelayakan kenaikan tarif PDAM Palopo”, paling
tidak kita akan menggunakan dua pendekatan secara ilmiah dalam merespon kenaikan
tarif tersebut. Kedua pendekatan tersebut adalah Pertama bertitik tolak dari landasan normatif; Kedua berdasarkan kondisi objektif dan karateristik pelanggan.
Yaa itu pasti
ditempuh sebagai upaya meminilisir subjektifitas penilaian kita dan untuk
menghindari hasil yang relatif. Olah karenanya baiklah kita mencermati dan
menganalisis satu- persatu regulasi yang terkait dengan masalah penentuan tarif
PDAM sebagai berikut:.
Pertama- Jika mencermati
Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata
Cara Pengaturan Tarif Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum, yang biasa
disingkat Permendagri No. 23 Tahun 2006. Pada BAB II Dasar Kebijakan Penetapan
Tarif Pasal 2 disitu dijelaskan bahwa penetapan tarif didasarkan pada prinsip:
a) keterjangkauan dan keadilan; b) mutu pelayanan; c) pemulihan biaya; d)
efisiensi pemakaian air; e) transparansi dan akuntabilitas; f) perlindungan air
baku.
Artinya PDAM dalam hal ini Direksi/ Direktur PDAM, termasuk Badan
Pengawas PDAM atau Dewan Pengawas PDAM dan Walikota Palopo selaku Kepala Daerah
ketika hendak menetapkan tarif wajib memenuhi prinsip- prinsip yang tercantum
dalam Pasal 2 Permendagri No 23 Tahun 2006.
Kedua- Pada ayat (1)
Pasal 3 Permendagri No 23 Tahun 2006 diterangkan bahwa; “Tarif untuk standar
kebutuhan pokok air minum harus terjangkau daya beli masyarakat pelanggan yang
berpenghasilan sama dengan Upah Minimum Provinsi”. Yang pada ayat selanjutnya
dijelaskan bahwa; “Tarif memenuhi prinsip keterjangkauan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) apa bila pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi standar
kebutuhan pokok air minum tidak melampaui 4% (empat perseratus) dari pendapatan
masyarakat pelanggan. Nah jika mengacu pada kedua ayat diatas maka kita akan
diperadapkan dengan beberapa pertanyaan yang mendasar seperti:
- Bagaimana pengenaan tarif bagi pelanggan PDAM yang berpenghasilan dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP) jika mengacu pada prinsip keterjangkauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)? Sementara dalam ayat (2) dijelaskan bahwa prinsip keterjangkauan terpenuhi apa bila tarif yang dikenakan terhadap pelanggan tidak melampaui 4 persen dari penghasilannya, bagi mereka yang berpenghasilan sama dengan UMP.
- Saat ini (tahun 2014) UMP Sulawesi- Selatan (Sulsel) sebesar Rp. 1.800.000, nah kalau demikian bagaimana menetapkan tarif atau seberapa besar tarif yang dikenakan bagi pelanggan yang berpenghasilan dibawah UMP? Kalaupun tarif baru PDAM yang ditetapkan Walikota Palopo Judas Amir pada awal tahun 2014 lalu tidak lebih dari 4 persen nilai UMP Sulsel bagi masyarakat yang berpenghasilan sama dengan UMP, tetapi kami yakin bahwa pelanggan PDAM yang berpenghasilan dibawah UMP belum terakomodasi dalam pengambilan kebijakan dalam hal penetapan tarif PDAM tersebut.
- Apakah Direksi/Direktur PDAM, Badan Pengawas/Dewan Pengawas PDAM dan Kepala Daerah/Walikota Palopo, tau jika pelanggan PDAM Palopo masih banyak yang berpenghasilan dibawah UMP Sulsel?
Ketiga- Pada Pasal 4
Kepmendagri No 23 Tahun 2006 dijelaskan bahwa; “ Tarif ditetapkan dengan
mempertimbangkan keseimbangan dengan tingkat mutu pelayanan yang diterima oleh
pelanggan”. Pada pasal tersebut diatas PDAM selaku penyelenggara pengembangan
Sistem Penyedian Air Minum (SPAM) sebagaimana dimaksud dalam PP No 16 Tahun
2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, dituntut untuk memenuhi
prinsip mutu pelayanan sebagaimana dimaksud pada huruf (b) Pasal 2 Kepmendagri
No 23 Tahun 2006.
Jika demikian
maka kita akan diperadapkan dengan penilain kinerja PDAM, khususnya menyangkut
mutu pelayanannya yang dapat diketahui atau setidaknya dapat diprediksi
berdasarkan ketentuan aturan perundang- undang
yang berlaku sebagai berikut:
- PDAM yang bertugas menyediakan air minum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar mendapat kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif, sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) Pasal 1 PP No 16 Tahun 2005. Yang mana hal tersebut juga dipertegas dalam Pasal 5 UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang menyatakan; “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari- hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif”. Jika mencermati ketentuan diatas, maka kita akan menyimpulkan pertanyaan setidaknya demikian; “Sejauh mana PDAM melaksaksanakan kewajibannya dalam hal melayani kebutuhan air minum bagi masyarakat, dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat minimal sehari- hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif”? Untuk menjawab pertanyaan itu setidaknya kita dapat melihat tingkat jangkauan PDAM dalam memenuhi kebutuhan air masyarakat Palopo, apa sudah kurang keluhan pelanggan soal kuantitas, kualitas dan kontinuitas (berkesinambungan/ rutin 24 jam) pelayanannya.
- Penjelasan pengaturan pengembangan SPAM bertujuan untuk: “a) terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga yang terjangkau; b) tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan; dan c) tercapainya peningkatan yang efesiensi dan cakupan pelayanan air minum;” sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PP No 16 Tahun 2005. Dalam memahami aturan diatas maka kita akan menyimpulkan pertanyaan paling tidak meliputi; “Apakah saat ini pelanggan PDAM sudah merasa pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga yang terjangkau”? Jawaban yang akan mendominasi pertanyaan tersebut jika dilakukan via folling pelanggan tentu akan didominasi kata tidak atau belum. Nah bagiamana dengan jawaban untuk huruf (b) diatas? Dengan metode pengumpulan jawaban yang sama maka hasilnya juga akan sama. Dan demikian juga jawaban untuk pertanyaan huruf (c) akan sama pula”.
- Jika mengacu pada aturan khusus soal penilaian kinerja PDAM dalam hal ini Kepmendagri No 47 Tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum, pada ayat (3) huruf (b) Pasal 3 kalau kita ingin menilai kinerja PDAM dalam hal mutu pelayanan maka kita tentunya akan diperadapkan pada pertanyaan- pertanyaan indikator penilaian terhadap setiap aspek operasional yang terdiri dari; “Cakupan pelayanan, kualitas air distribusi, kontinuitas air, kecepatan penyambungan baru, kemampuan penanganan rata- rata perbulan, kemudahan pelayanan, dll”? Maka jawaban untuk pertanyaan cakupan pelayanan akan dijawab dengan sederhana bahwa saat ini PDAM Palopo baru dapat melayani sekitar 20.100 pelanggan atau sekitar 65 persen dari masyarakat Palopo yang membutuhkan air minum. Selanjutnya soal kualitas air yang didistribusikan akan dijawab dengan bahasa relatif yakni kadang- kadang jernih dan kadang keruh. Demikian juga soal kontinuitas yang berarti apakah air yang didistribusikan PDAM kepada para pelanggan sudah rutin 24 jam? Jawabannya tentu tidak atau belum bisa rutin, dan jawaban ini tidak dapat disangkal oleh siapapun, kecuali hanya dapat disanggah secara halus dengan argumentasi klasik tergantung cuaca atu musim yang berlaku. “Yaa kalau musim hujan PDAM akan berdalil bahwa air baku keruh dan tidak dapat diolah untuk dijernikan alat PDAM dan jika musim kemarau akan dijawab dengan pembenaran bahwa air tidak mengalir karena stok air baku PDAM kurang atau kadang- kadang dijawab dengan alasan “ngeles” bahwa sungai yang merupakan sumber air baku PDAM kering.
Keempat- Dalam ayat (1)
Pasal 7 Permendagri No 23 Tahun 2006 ditegaskan bahwa; “Proses perhitungan dan
penetapan tarif harus dilakukan secara transparan dan akuntabel”. Yang pada
ayat (2) dijelaskan bahwa; “Proses perhitungan dan penetapan tarif yang
transparan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan PDAM dengan cara”:
(a) Menyampaikan
secara jelas informasi yang berkaitan dengan perhitungan dan penetapan tarif kepada
para pemangku kepentingan; dan
(b) Menjaring
secara bersungguh- sungguh aspirasi yang berkaitan dengan perhitungan dan
penetapan tarif dari para pemangku kepentingan.
Dan pada ayat
(3) diterangkan bahwa; “Proses perhitungan dan penetapan tarif yang akuntabel
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan landasan perhitungan yang
muda dipahami dan dapat dipertanggungjawabkan kepada para pemangku
kepentingan”.
Dari uraian
Pasal 7 Permendagri No 23 Tahun 2006 pada ayat (1), (2) dan (3) jelaslah sudah
bahwa proses perhitungan dan penetapan tarif tidak dilakukan secara transparan
dan akuntabel. Hal itu dapat diuji kebenarannya dengan cara:
- Mencari tau sejauh mana PDAM, menyampaikan secara jelas informasi yang berkaitan dengan perhitungan dan penetapan tarif kepada para pemangku kepentingan!
- Bagaimana mungkin PDAM dapat menyampaikan informasi secara jelas yang berkaitan dengan perhitungan dan penetapan tarif kepada para pemangku kepentingan kalau Direksi/ Direktur PDAM-nya dalam hal ini Yasir, ketika ditanya soal perhitungan dan penetapan tarif, jawabnya selalu mengatakan; “Ooh...rinciannya saya kurang tau dan tidak hafal betul. Silakan tanya bagian Humas”. Lalu ketika bagian Humas ditanya, mereka cuman bisa memberikan informasi bahwa; “Kalau mau tanya soal itu silakan ke Pak Direksi/Direktur. Kami takut salah memberikan informasi, apa lagi soal tarif itu domainnya beliau”. Bingung tidak? Jika informasi yang didapatkan hanya semacam itu “berkelit atau ngeles”.
- Lalu bagaimana dan sejauhmana PDAM menjaring secara bersungguh- sungguh aspirasi yang berkaitan dengan perhitungan dan penetapan tarif dari para pemangku kepentingan? Ini lebih tidak rasional sebab penjaringan aspirasi secara bersungguh- sungguh terkait dengan perhitungan dan penetapan tarif PDAM hanya dilakukan di kantor- kantor kecamatan se Kota Palopo yang dihadiri hanya segelintir orang, lalu diklaim sudah melakukan penjaringan aspirasi secara bersungguh- sungguh kepada para pemangku kepentingan.
- Demikian pula dengan proses perhitungan dan penetapan tarif yang akuntabel sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 Kepmendagri No 23 Tahun 2006 yang mengharuskan PDAM, menggunakan landasan perhitungan yang muda dipahami dan dapat dipertanggungjawabkan kepada para pemangku kepentingan. Apakah sejauh ini atau pasca penetapan tarif baru PDAM, para pelanggan PDAM muda memahami landasan perhitungan tarif itu? Tentu jawabnya tidak. Berarti kalau landasan perhitungannya tidak dipahami, atau kurang dimengerti itu berarti tidak mudah dipahami dan mungkin juga tidak dapat dijelaskan kepada para pemangku kepentingan oleh pihak PDAM?
Kelima- Pasal 9 ayat
(2) Permendagri No 23 Tahun 2006 menjelaskan bahwa; “Blok I sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf (a), merupakan blok komsumsi air minum untuk
memenuhi standar kebutuhan pokok”. Dan pada ayat selanjutnya dijelaskan pula
bahwa; “Blok II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b), merupakan blok
konsumsi air minum untuk pemakaian diatas standar kebutuhan pokok”. Dalam Pasal
1 ayat (8) Permendagri No 23 Tahun 2006 dijelaskan pula bahwa; “Standar
Kebutuhan Pokok Air Minum adalah kebutuhan air sebesar 10 meter kubik/kepala
keluarga/bulan atau 60 liter/orang/hari, atau sebesar satuan volume lainnya
yang ditetapkan lebih lanjut oleh mentri yang menyelenggarakan urusan
pemerintah di bidang sumber daya air”.
Dengan demikian ketika
kita mencermati regulasi tersebut diatas dari perspektif konsumsi air minum
sesuai standar kebutuhan pokok, maka kita dapat berkesimpulan bahwa pelanggan
PDAM yang berpenghasilan di bawah UMP Sulsel dan yang berpenghasilan sama
dengan UMP mestinya terakomodasi dalam Blok I pelanggan PDAM. Sedangkan bagi
pelanggan yang mengkonsumsi air minum diatas standar kebutuhan pokok akan
terakomodasi dalam Blok II pelanggan PDAM.
Lalu bagaimana
dengan pelanggan yang mengkonsumsi air minum diatas kebutuhaan pokok karena
sesuatu dan lain hal yang tidak dapat terhindarkan, seperti misalnya pelanggan
PDAM yang anggota keluarganya banyak? Bila kita mengacu pada ayat (8) Pasal 1
Permendagri No 23 Tahun 2006 bagi yang berpenghasilan sama dengan UMP dan di bawah
UMP? Apakah itu cukup bijak dan memenuhi prinsip penetapan tarif sesuai Pasal 2
huruf (a) Permendagri No 23 Tahun 2006? Yang menegaskan bahwa; “ Penetapan
tarif berdasarkan pada prinsip keterjangkauan dan keadilan”. Bagaimana solusi
terkait dengan problem ini?
Kalau solusi
yang ditempuh untuk menyelesaikan problem tersebut diatas tidak tepat atau
kurang bijak, maka dapat dipastikan akan sangat merugikan pelanggan yang berpenghasilan sama dengan UMP dan di
bawah UMP. Karena selain akan tergolong sebagai pelanggan Blok II, mereka juga
sudah barang tentu dikenakan tarif progresif berdasarkan Pasal 6 ayat (2) dan
(3) Permendagri No 23 Tahun 2006.
Kalaupun
pelanggan yang berpenghasilan sama dengan UMP dan di bawah UMP yang mengkonsumsi
air minum melebihi standar kebutuhan pokok tersebut (Blok II) terklasifikasi
sebagai pelanggan Kelompok I yang menampung jenis- jenis pelanggan yang
membayar tarif rendah untuk memenuhi kebutuhan pokok air minumnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (1) huruf (a) serta Pasal 17
ayat (2) Permendagri No 23 Tahun 2006 karena dimungkinkan oleh Pasal 11
Permendagri No 23 Tahun 2006 sesuai kewenangan PDAM. Itupun kalau PDAM cukup
bijak dan cakap memahami regulasi, serta lihai mencermati aturan yang dijadikan
landasan untuk menyelamatkan pelanggannya yang kurang mampu.
Kendati demikian
para pelanggan itu tetap saja akan membayar tarif PDAM dengan nilai yang besar
atau paling tidak setara dengan pelanggan Kelompok II, bahkan bisa setara
dengan pembayaran tarif pelanggan Kelompok III sebagaimana termaksud dalam
Pasal 10 ayat (3) dan (4) Permendagri No 23 Tahun 2006. Karena mereka masih
saja harus menanggung tarif progresif sesuai Pasal 6 ayat (3) Permendagri No 23
Tahun 2006 sebab konsumsi pemakaian airnya melebihi standar pemenuhan kebutuhan
pokok air. Karena anggota keluarga pelanggan tersebut cukup banyak sehingga
konsumsinya melebihi standar kebutuhan pokok.
Keenam- Perhitungan dan
proyeksi biaya yang akan dijadikan acuan dalam penetapan tarif harus dilakukan
secara wajar dan dapat dipertanggungjawabkan (accountable dan auditable) serta
mempertimbangkan aspek- aspek efesiensi biaya, sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) Pasal 14 Kepmendagri No 23 Tahun 2006. Apa bila dicermati secara jelih maka
dapat dimaknai sebagai sebuah kewajiban bagi PDAM untuk melakukan penetapan
tarif secara wajar dalam melakukan perhitungan dan proyeksi biaya, serta
dituntut untuk melakukan efesiensi biaya. Tetapi apakah PDAM menetapkan tarif
secara wajar jika kenaikan tarif air mengalami kenaikan rata- rata 15 persen
untuk seluruh kelompok pelanggan dengan farian kenaikan tarif dari 12 persen
hingga 25 persen?
Dan apakah PDAM
sudah melakukan efesiensi biaya usaha dalam pengelolaan PDAM? Jawabnya tentu tidak,
sebab jika efesiensi biaya usaha, yang meliputi; biaya sumber air, biaya
pengelolaan air, biaya transmisi, dan distribusi, biaya kemitraan, biaya umum
dan biaya keuangan dalam periode satu tahun— apa bila telah dilakukan oleh PDAM
maka tentunya laba atau keuntungan PDAM pada tahun 2013 tidak akan merosot
hingga 50 persen. “Sebagai Catatan; Omzet pendapatan PDAM setiap tahunnya
sekitar Rp 19 milyar, sebelum dikurangi biaya dasar (full cost recovery) dengan
laba sekitar Rp 2 milyar tahun 2012 lalu. Pada tahun 2013 laba PDAM Palopo
mengalami penurunan drastis hingga 50 persen atau tinggal sekitar Rp 1 milyar ”.
Fakta tersebut
diatas jika dicermati setidaknya menggambarkan adanya peningkatan biaya dasar
pengelolaan PDAM atau peningkatan cost recovery yang signifikan. Itu artinya
terjadi pemborosan anggaran PDAM pada tahun 2013 yang kontra produktif dengan
keharusan untuk melakukan efesiensi. Jadi bagaimana mempertanggungjawabkan
secara accountable dan auditable dalam penetapan tarif jika demikian realitas yang
terjadi?
Ketujuh- Selama ini para
pihak pemangku kepentingan (stakeholder) dan masyarakat pada umumnya (publik)
banyak salah kaprah soal pendapatan PDAM yang seolah- olah hanya bersumber dari
penjualan air yang meliputi harga air dan jasa administrasi termasuk abundemen.
Pada hal dalam Pasal 15 ayat (1) Permendagri No 23 Tahun 2006 dijelaskan bahwa;
“Pendapatan PDAM terdiri dari: a) pendapatan penjualan air; b) pendapatan non
air; dan c) pendapatan kemitraan”. Pendapatan PDAM tersebut diuraikan secara detail
pada ayat (2), (3) dan (4) dalam Pasal 15. Dengan demikian maka jelaslah pula
kepada kita bahwa pemulihan biaya dasar PDAM (full cost recovery) tidak hanya
bersumber dari tarif air minum.
Kedelapan- “Tarif
ditetapkan oleh kepala daerah berdasarkan usulan direksi setelah disetujui oleh
Dewan Pengawas”, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) Permendagri No 23
Tahun 2006. Secara logika mewajibkan Direksi, Dewan Pengawas dan Kepala
Daerah-- untuk tau persis atau
setidaknya memahami secara utuh (tidak parsial) Permendagri No 23 Tahun 2006
tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Air Minum Pada Perusahaan
Daerah Air Minum. Agar mereka (Direksi, Dewan Pengawas dan Kepala Daerah) tidak
salah dalam menggunakan kewenangannya
terkait dengan penetapan tarif PDAM. Disamping itu Direksi, Dewan Pengawas dan
Kepala Daerah juga wajib mempelajari dan memahami sejumlah regulasi dan atau
aturan perundang- undangan yang terkait dengan PDAM.
Dengan berbagai
problem yang muncul pasca penetapan tarif PDAM Palopo, seakan menggambarkan
kondisi rill bahwa keterbatasan pengetahuan dan wawasan stakeholder terkait
sangat diragukan dan pantas dipertanyakan oleh para pemangku kepentingan.
Kesembilan-
Selain itu dalam Pasal 21 ayat (4) Permendagri No 23 Tahun 2006 menegaskan
bahwa; “Konsep usulan penetapan tarif terlebih dahulu dikonsultasikan dengan
wakil atau forum pelanggan melalui berbagai media komunikasi untuk mendapatkan
umpan balik sebelum diajukan kepada kepala daerah”. Seperti yang kita ketahui
bersama bahwa konsultasi tersebut sudah dilakukan oleh PDAM pada tahun 2012
lalu, dengan cara mengkonsultasikan konsep usulan penetapan tarif yang diadakan
di kantor- kantor kecamatan se Kota Palopo. Kendati demikian, PDAM selain
melakukan konsultasi tersebut hanya dengan sekali pertemuan di tingkat
kecamatan. PDAM juga sepertinya mengabaikan usulan pelanggan yang pada umumnya
menolak kenaikan tarif dengan pertimbangan bahwa mutu pelayanan PDAM harus
ditingkatkan dulu baru kemudian tarif disesuaikan atau dinaikkan.
Kesepuluh- Pada ayat (8)
Pasal 21 Kepmendagri No 23 Tahun 2006 menjelaskan bahwa; “Direksi melakukan
sosialisasi keputusan besarnya tarif kepada masyarakat pelanggan melalui media
massa paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum tarif baru diberlakukan secara
efektif”. Tetapi faktanya PDAM tidak melakukan sosialisasi tersebut melalui
media massa selama kurang lebih tiga puluh hari sebelum tarif baru diberlakukan,
sehingga masyarakat pelanggan atau para pemangku kepentingan dan atau publik
sangat jarang mengetahui besarnya tarif bagi setiap pelanggan.
Pada hal dalam
ayat (7) Pasal 21 Permendagri No 23 Tahun 2006 disebutkan bahwa; “Berdasarkan
penetapan tarif oleh kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), direksi
menerbitkan keputusan besarnya tarif bagi setiap pelanggan”, yang tentunya
wajib disosialisasikan kepada pelanggan untuk diketahui. Namun Direksi PDAM
tidak melakukan hal tersebut. Sehingga keputusan besarnya tarif bagi setiap
pelanggan tidak diketahui secara pasti oleh pelanggan atau konsumen. Kendati
ketentuan hukum untuk melindungi kepetingan konsumen telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor: 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Solusi untuk Penyelesaian Penolakan Kenaikan Tarif
PDAM Palopo
Secara umum
solusi untuk menyelesaikan penolakan kenaikan tarif PDAM tentunya harus diawali
dengan kajian dan uji kelayakan penetapan tarif tersebut, sebagaimana yang
telah dipaparkan diatas. Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan secara
matang hal- hal yang memungkinkan dalam melakukan peninjauan tarif demi
kesinambungan pelayanan PDAM dan demi pemenuhan prinsip- prinsip penetapan
tarif sesuai dengan aturan perundang- undangan yang berlaku.
Pencapaian
solusi secara objektif dapat terwujud jika kita menyadari dan memahami arti
pentingnya bersikap; “tidak anti kritik, memahami arti penting pembentukan
PDAM, memahami tri fungsi pokok PDAM selaku penyelenggara dan pengembang SPAM,
serta mengerti dan paham cara menganalisis aturan- perundang undangan yang
terkait dengan penetapan tarif PDAM. Solusi konkritnya adalah sebagai berikut:
Pertama- Peninjauan
penetapan tarif PDAM harus segera diajukan oleh Direksi/Direktur PDAM sesuai
dengan ketentuan aturan perundang- undangan yang berlaku. Yang mana peninjauan
tarif PDAM dimungkinkan dalam Pasal 23 ayat (2) Permendagri No 23 Tahun 2006
yang menyatakan bahwa; “Untuk kesinambungan pelayanan PDAM paling lambat 5
(lima) tahun sekali direksi dapat melakukan peninjauan tarif”. Yang berarti
dimungkinkannya peninjauan tarif oleh Direktur/Direksi PDAM sebelum genap lima
tahun tarif yang sebelumnya telah ditetapkan atau berlaku.
Kedua- Dalam rangka
pemenuhan kepentingan pelanggan PDAM yang berpenghasilan lebih rendah di bawah
UMP maka pelanggan tersebut harus diklasifikasi sebagai pelanggan “Kelompok I” sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) huruf (a) dan Pasal 10 ayat (2) Permendagri No 23 Tahun 2006,
sebagai upaya pemenuhan hak warga negara sesuai ketentuan Pasal 5 UU No 7 Tahun 2004 yang menyatakan
bahwa; “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan
pokok minimal sehari- hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan
produktif”.
Ketiga- Untuk memastikan
pelanggan yang berpenghasilan rendah di bawah UMP agar tidak terkena tarif
progresif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) Permendagri
No 23 Tahun 2006 dan agar memastikan bahwa pelanggan tersebut terakomodasi
dalam “Blok I” pelanggan PDAM sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf (a)
Permendagri No 23 Tahun 2006 yang sejalan dengan Pasal 80 ayat (1) UU No 7
Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa; “Pengguna sumber daya air untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari- hari dan untuk pertanian rakyat tidak dibebani biaya
jasa pengelolaan sumber daya air”. Dalam point tersebut dapat ditekankan bahwa
pemenuhan air minum untuk kebutuhan pokok, selaku pelanggan PDAM.
Keempat- Penerapan Pasal
80 ayat (1) UU No 7 Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa; “Pengguna sumber daya
air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari- hari dan untuk pertanian rakyat
tidak dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya air”. Maka berlaku
pengecualian penerapan Pasal 6 ayat (1), (2) dan (3), serta Pasal 1 ayat (8)
Permendagri No 23 Tahun 2006 sebagai upaya pemenuhan kebutuhan air minum bagi
pelanggan yang berpenghasilan rendah di bawah UMP. Khusus pemenuhan air minum untuk
kebutuhan pokok, selaku pelanggan PDAM.
Kelima- Dalam rangka
pelaksanaan perlindungan terhadap pelanggan PDAM yang berpenghasilan rendah
dibawah UMP sebagaimana dimaksud pada point pertama, kedua, ketiga, dan keempat
diatas. Maka perlu menetapkan kebijakan standar kebutuhan pokok air minum, yang
kuotanya perlu ditingkatkan berdasarkan perhitungan yang lebih ideal dan
memadai sesuai kewenangan PDAM dengan mengacu pada Pasal 11 Permendagri No 23
Tahun 2006 yang menyatakan bahwa; “PDAM dapat menentukan kebijakan jenis- jenis
pelanggan pada masing- masing kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(1) berdasarkan kondisi objektif dan karakteristik pelanggan di daerah masing-
masing sepanjang tidak mengubah jumlah kelompok pelanggan”.
Guna
menghindari tarif progresif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), (2)
dan (3) Permendagri No 23 Tahun 2006 karena pemakaian/komsumsi air-nya melebihi
standar kebutuhan pokok sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (8)
Permendagri No 23 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa; “Satandar kebutuhan pokok
air minum adalah kebutuhan air sebesar 10 meter kubik/kepala keluarga/bulan
atau 60 liter/orang/hari, atau sebesar satuan volume lainnya yang ditetapkan
lebih lanjut oleh Mentri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
sumber daya air”, Karena kondisi objektif masyarakat akan pemenuhan kebutuhan
pokok air minum melebihi kuota yang telah diperhitungkan atau yang ditetapkan dalam
Pasal 1 ayat (8) Permendagri No 23 Tahun 2006.
Penutup
Demikianlah
tanggapan Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI- Palopo) terhadap “Kenaikan Tarif PDAM Palopo”,
berdasarkan analisis mendalam sebagai upaya untuk dilakukannya “Peninjauan Tarif PDAM” yang telah
berlaku sejak 1 January 2014. Besar harapan kami agar Panitia Khusus (Pansus)
yang telah dibentuk DPRD Palopo untuk melakukan “Kajian dan Uji Kelayakan
Kenaikan Tarif PDAM” dapat sejalan dengan harapan kami pada khususnya dan semua
pihak pada umumnya. Atas segala perhatian dan kerjasamanya kami haturkan terima
kasih.
Palopo, 9 Juni 2014
Daftar Pustaka:
- UUD 1945
- UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah
- UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
- UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- PP No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
- Kemendagri No. 74 Tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum
- Permendagri No. 23 Tahun 2006 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum
- Kompas Tahun 1998
- http://www.perspektifnews.com/6703/warga-kritik-kebijakan-walikotapalopo-menaikkan-tarif-pdam/
- http://www.perspektifnews.com/6709/pendapatan-pdam-palopo-capai-19milyar-tapi-laba-hanya-1-milyar/
- http://www.perspektifnews.com/6706/pdam-palopo-mentargetkan-3000pelanggan baru-pada-2014/
- http://serikatrakyatmiskindemokratik.blogspot.com/2014/05/layak-atau-tidak-tarif-pdam-palopo.html
- http://www.perspektifnews.com/6747/fori-palopo-aksi-menolak-kenaikan-tarif-pdam/
- Mahasiswa Desak Walikota Palopo Batal SK Kenaikan Tarif PDAM http://lagaligopos.com/?p=5130
- http://www.kabar-toraja.com/berita-luar/sulawesi-selatan/5354-fori-palopo-tuntut-janji-dprd?device=xhtml
- FORI Palopo Dimintai Keterangan oleh Pansus PDAM di DPRD http://lagaligopos.com/?p=5284
- Koran SINDO edisi Sabtu 17 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Serikat Rakyat Miskin Demokratik (SRMD) tidak bertanggung jawab atas komentar yang anda tulis pada halaman komentar, admin situs ini juga akan menghapus komentar yang tidak objektif dan atau postingan yang berbau SARA.