PERNYATAAN SIKAP
“Tangkap Pelaku Tindakan
Kekerasan di Muka Umum yang Membubarkan Paksa Aksi
FORI Palopo di depan
Rujab Walikota Palopo”
Salam oposisi,
Kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia (HAM) yang dijamin
oleh konstitusi bangsa kita, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945.
Selain
itu, kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum
merupakan wujud demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi
Manusia.
Sehingga
menyampaikan pendapat di muka umum, baik dalam bentuk unjuk rasa atau demonstrasi,
pawai, rapat umum dan mimbar bebas, adalah hak setiap warga negara yang dijamin
oleh UUD 1945, Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Sebab
kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum
merupakan wujud demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Oleh
karena itu, untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan
sosial dan menjamin HAM diperlukan adanya suasana yang aman, tertib, dan damai.
Maka hak menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan secara bertanggung
jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kendati
demikian, kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dalam bentuk unjuk
rasa atau demonstrasi yang berlangsung sore hari di depan Rumah Jabatan (Rujab)
Walikota Palopo pada Selasa 2 Juli 2019, telah disabotase dan dilanggar oleh
sekelompok pemuda yang membubarkan paksa berlangsungnya aksi Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI)
Palopo yang sedang menggelar unjuk rasa “Menolak
Kenaikan Tarif Air PAM Tirta Mangkaluku Palopo”.
Naifnya,
aksi kekerasan di muka umum yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok
pemuda tersebut, berlangsung di depan mata puluhan Anggota Kepolisian dari Polres Palopo yang bertugas melakukan
pengamanan aksi FORI Palopo di depan Rujab Walikota Palopo.
Fatalnya,
tak seorangpun dari pelaku pembubaran paksa aksi FORI Palopo, yang melakukan
tindak kekerasan terhadap massa aksi tersebut, diamankan oleh aparat kepolisian
dari Polres Palopo.
Sehingga
publik menduga, dibalik adanya insiden penyerangan para pengunjuk rasa di depan
Rujab Walikota Palopo, pada Selasa sore 2 Juli 2019 tersebut, terindikasi
adanya persekongkolan jahat antara oknum polisi dengan para pelaku tindak
kekerasan terhadap massa FORI Palopo.
Apa
lagi hingga saat ini, belum ada diantara para pelaku kekerasan yang membubarkan
paksa aksi FORI Palopo, diproses secara hukum oleh aparat kepolisian, dengan
dalil bahwa jajaran penyidik Polres Palopo masih tengah mendalami kasus
tersebut. Meski Jenderal Lapangan (Jenlap) FORI Palopo, telah mengadukan dugaan
pelanggaran hukum tersebut kepada jajaran Polres Palopo pada tanggal 5 Juli
2019.
Indikasi
dugaan persekongkolan antara oknum polisi dengan para preman yang membubarkan
paksa aksi FORI Palopo, semakin menguat ketika Jendlap FORI Palopo bermaksud melaporkan
kasus tersebut di Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polres Palopo, karena
pelapor justru diarahkan ke ruang penyidik Reserse Kriminal (Reskrim). Dan
diruang reskrim tersebut, Jendlap FORI Palopo justru diarahkan untuk membuat ‘Surat
Pengaduan’ yang ditujukan kepada Kapolres Palopo. Pertanyaannya mengapa
koban/Jendlap FORI Palopo, terkesan dihalangi untuk membuat ‘Laporan
Polisi (LP)’ secara resmi di SPK Polres Palopo dan diarahkan untuk
membuat ‘Surat Pengaduan’?
Kecurigaan
semakin meningkat kuat karena ‘Surat Pengaduan’ Jendlap FORI Palopo baru mulai
ditindak lanjuti pada tanggal 25 Oktober 2019 dengan cara menyurati pengadu
(Jendlap FORI Palopo) untuk menghadap Penyidik Polres Palopo pada tanggal 26
Oktober 2019 sore, setelah FORI Palopo memasukkan ‘Surat
Penyampaian/Pemberitahuan Aksi’ di Mapolres Palopo pada tanggal 24 Oktober 2019
pagi. Sebab dalam surat FORI tersebut, ditegaskan bahwa FORI Palopo akan
menggelar aksi unjuk rasa di Mapolres Palopo pada tanggal 29 Oktober 2019 untuk
mempertanyakan tindaklanjut proses hukum terhadap para pelaku
penyerangan/pembubaran paksa aksi FORI Palopo yang terjadi tiga bulan lalu di
depan Rujab Walikota Palopo.
Padahal
dalam peristiwa hukum tersebut, meski pihak korban (pengunjuk rasa/ FORI
Palopo) tidak melaporkan kejadian yang menimpa mereka saat menggelar aksi unjuk
rasa di depan Rujab Walikota Palopo saat itu, maka berdasarkan ketentuan aturan
perundang-undangan yang berlaku, membolehkan atau memberikan kewenangan kepada
aparat kepolisian untuk membuat laporan polisi terkait dengan tindak pidana
kekerasan di muka umum yang dilakukan sekelompok pemuda itu tanpa harus
menunggu laporan korban. Karena aksi penyerangan dan atau pembubaran paksa
massa FORI Palopo, bukan merupakan kasus delik aduan.
Sebab
para pelaku penyerangan dapat dikenakan/dijerat dengan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
sebagaimana KUHP terjemahan Prof. Moeljatno, SH (Kitab Undang-undang Hukum
Pidana ; Cet.20, Jakarta : Bumi Aksara, 1999, hal.147) yang berbunyi : “Ayat
(1) Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan
kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun 6 (enam) bulan. Ayat (2) Yang bersalah diancam : Ke-1. dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika
dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan
mengakibatkan luka-luka, Ke-2.
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika kekerasan
mengakibatkan luka berat.
Bukankah
dalam Pasal 7 UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum, ditegaskan bahwa “Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat
di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk : a). melindungi hak asasi manusia; b) menghargai asas
legalitas; c) menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan d)
menyelenggarakan pengamanan”.
Artinya,
aparat kepolisian berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melindungi HAM para
pengunjuk rasa, menghargai asas legalitas para pengunjuk rasa, dan menghargai
prinsip praduga tak bersalah para pengunjuk rasa jika dinilai salah oleh
sekelompok pemuda yang membubarkan paksa aksi FORI Palopo. Dan aparat
kepolisian wajib memberikan pengamanan bagi para pengunjuk rasa, apa lagi FORI
Palopo menggelar aksi unjuk rasa dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya
sebagaimana diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998.
Apa
lagi dalam Pasal 18 ayat (1) UU No.9 Tahun 1998 ditegaskan bahwa, “Barang siapa
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk
menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan undang-undang
dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun”. Dan pada ayat berikutnya
(ayat 2) dipertegas bahwa, “Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah kejahatan”.
Oleh
karena itu, kami yang tergabung dalam “Front
Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) Palopo” menyatakan sikap :
- Tangkap,
adili dan penjarakan para pelaku tindakan premanisme yang membubarkan paksa
aksi unjuk rasa yang digelar FORI Palopo di depan Rujab Walikota Palopo;
- Ungkap
dan usut tuntas aktor intelektual pelaku penyerangan aksi FORI Palopo di depan
Rujab Walikota Palopo;
- Tegakkan
supermasi hukum tanpa pandang bulu;
- Copot
Kasat Reskrim Polres Palopo;
- Copot
Kapolres Palopo.
Palopo, 29 Oktober 2019
Hormat
kami,
FRONT
OPOSISI RAKYAT INDONESIA
( F O R I
)
P A L O P
O
ttd,
R I D A L
(Jenderal Lapangan)
Organ yang tergabung
dalam FORI Palopo :
Dewan Pengurus
Cabang Serikat Rakyat Miskin Demokratik
(DPC SRMD) Palopo, Badan Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia
(BPC GMKI) Palopo, Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik
Indonesia (DPC PMKRI) Palopo, Persekutuan Mahasiswa Kristen Universitas Andi
Djemma (PMK Unanda) Palopo, Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Basse Sangtempe
(PP HAMBASTEM), Pengurus Besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Rampi (PB IPMR).
Alamat Sekber : Jl. Pongsimpin, Lrg. Bete-Bete, Kelurahan Boting, Kecamatan Wara,
Kota Palopo, Sulsel. Contack Person/WA: 081384229308 - 085299340555
Massa Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) Palopo saat tiba di depan Mapolres Palopo untuk menggelar aksi unjuk rasa pada Selasa 29 Oktober 2019 siang |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Serikat Rakyat Miskin Demokratik (SRMD) tidak bertanggung jawab atas komentar yang anda tulis pada halaman komentar, admin situs ini juga akan menghapus komentar yang tidak objektif dan atau postingan yang berbau SARA.