Kamis, 31 Oktober 2019

PERNYATAAN SIKAP FORI “Tangkap Pelaku Tindakan Kekerasan di Muka Umum yang Membubarkan Paksa Aksi FORI Palopo di depan Rujab Walikota Palopo”


PERNYATAAN SIKAP

“Tangkap Pelaku Tindakan Kekerasan di Muka Umum yang Membubarkan Paksa Aksi
FORI Palopo di depan Rujab Walikota Palopo”

Salam oposisi,
Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh konstitusi bangsa kita, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Selain itu, kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan wujud demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia.

Sehingga menyampaikan pendapat di muka umum, baik dalam bentuk unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum dan mimbar bebas, adalah hak setiap warga negara yang dijamin oleh UUD 1945, Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.  

Sebab kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan wujud demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Oleh karena itu, untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial dan menjamin HAM diperlukan adanya suasana yang aman, tertib, dan damai. Maka hak menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kendati demikian, kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dalam bentuk unjuk rasa atau demonstrasi yang berlangsung sore hari di depan Rumah Jabatan (Rujab) Walikota Palopo pada Selasa 2 Juli 2019, telah disabotase dan dilanggar oleh sekelompok pemuda yang membubarkan paksa berlangsungnya aksi Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) Palopo yang sedang menggelar unjuk rasa “Menolak Kenaikan Tarif Air PAM Tirta Mangkaluku Palopo”.  

Naifnya, aksi kekerasan di muka umum yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok pemuda tersebut, berlangsung di depan mata puluhan Anggota Kepolisian dari Polres Palopo yang bertugas melakukan pengamanan aksi FORI Palopo di depan Rujab Walikota Palopo.

Fatalnya, tak seorangpun dari pelaku pembubaran paksa aksi FORI Palopo, yang melakukan tindak kekerasan terhadap massa aksi tersebut, diamankan oleh aparat kepolisian dari Polres Palopo.

Sehingga publik menduga, dibalik adanya insiden penyerangan para pengunjuk rasa di depan Rujab Walikota Palopo, pada Selasa sore 2 Juli 2019 tersebut, terindikasi adanya persekongkolan jahat antara oknum polisi dengan para pelaku tindak kekerasan terhadap massa FORI Palopo.

Apa lagi hingga saat ini, belum ada diantara para pelaku kekerasan yang membubarkan paksa aksi FORI Palopo, diproses secara hukum oleh aparat kepolisian, dengan dalil bahwa jajaran penyidik Polres Palopo masih tengah mendalami kasus tersebut. Meski Jenderal Lapangan (Jenlap) FORI Palopo, telah mengadukan dugaan pelanggaran hukum tersebut kepada jajaran Polres Palopo pada tanggal 5 Juli 2019.

Indikasi dugaan persekongkolan antara oknum polisi dengan para preman yang membubarkan paksa aksi FORI Palopo, semakin menguat ketika Jendlap FORI Palopo bermaksud melaporkan kasus tersebut di Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polres Palopo, karena pelapor justru diarahkan ke ruang penyidik Reserse Kriminal (Reskrim). Dan diruang reskrim tersebut, Jendlap FORI Palopo justru diarahkan untuk membuat ‘Surat Pengaduan’ yang ditujukan kepada Kapolres Palopo. Pertanyaannya mengapa koban/Jendlap FORI Palopo, terkesan dihalangi untuk membuat ‘Laporan Polisi (LP)’ secara resmi di SPK Polres Palopo dan diarahkan untuk membuat ‘Surat Pengaduan’?

Kecurigaan semakin meningkat kuat karena ‘Surat Pengaduan’ Jendlap FORI Palopo baru mulai ditindak lanjuti pada tanggal 25 Oktober 2019 dengan cara menyurati pengadu (Jendlap FORI Palopo) untuk menghadap Penyidik Polres Palopo pada tanggal 26 Oktober 2019 sore, setelah FORI Palopo memasukkan ‘Surat Penyampaian/Pemberitahuan Aksi’ di Mapolres Palopo pada tanggal 24 Oktober 2019 pagi. Sebab dalam surat FORI tersebut, ditegaskan bahwa FORI Palopo akan menggelar aksi unjuk rasa di Mapolres Palopo pada tanggal 29 Oktober 2019 untuk mempertanyakan tindaklanjut proses hukum terhadap para pelaku penyerangan/pembubaran paksa aksi FORI Palopo yang terjadi tiga bulan lalu di depan Rujab Walikota Palopo.

Padahal dalam peristiwa hukum tersebut, meski pihak korban (pengunjuk rasa/ FORI Palopo) tidak melaporkan kejadian yang menimpa mereka saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Rujab Walikota Palopo saat itu, maka berdasarkan ketentuan aturan perundang-undangan yang berlaku, membolehkan atau memberikan kewenangan kepada aparat kepolisian untuk membuat laporan polisi terkait dengan tindak pidana kekerasan di muka umum yang dilakukan sekelompok pemuda itu tanpa harus menunggu laporan korban. Karena aksi penyerangan dan atau pembubaran paksa massa FORI Palopo, bukan merupakan kasus delik aduan.

Sebab para pelaku penyerangan dapat dikenakan/dijerat dengan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagaimana KUHP terjemahan Prof. Moeljatno, SH (Kitab Undang-undang Hukum Pidana ; Cet.20, Jakarta : Bumi Aksara, 1999, hal.147) yang berbunyi : Ayat (1) Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan. Ayat (2)  Yang bersalah diancam : Ke-1. dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka, Ke-2. dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat.

Bukankah dalam Pasal 7 UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, ditegaskan bahwa  “Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a). melindungi hak asasi manusia; b) menghargai asas legalitas; c) menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan d) menyelenggarakan pengamanan”.

Artinya, aparat kepolisian berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melindungi HAM para pengunjuk rasa, menghargai asas legalitas para pengunjuk rasa, dan menghargai prinsip praduga tak bersalah para pengunjuk rasa jika dinilai salah oleh sekelompok pemuda yang membubarkan paksa aksi FORI Palopo. Dan aparat kepolisian wajib memberikan pengamanan bagi para pengunjuk rasa, apa lagi FORI Palopo menggelar aksi unjuk rasa dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagaimana diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998.

Apa lagi dalam Pasal 18 ayat (1) UU No.9 Tahun 1998 ditegaskan bahwa, “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan undang-undang dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun”. Dan pada ayat berikutnya (ayat 2) dipertegas bahwa, “Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan”.

Oleh karena itu, kami yang tergabung dalam “Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) Palopo” menyatakan sikap :

  1. Tangkap, adili dan penjarakan para pelaku tindakan premanisme yang membubarkan paksa aksi unjuk rasa yang digelar FORI Palopo di depan Rujab Walikota Palopo;
  2. Ungkap dan usut tuntas aktor intelektual pelaku penyerangan aksi FORI Palopo di depan Rujab Walikota Palopo;
  3. Tegakkan supermasi hukum tanpa pandang bulu;
  4. Copot Kasat Reskrim Polres Palopo;
  5. Copot Kapolres Palopo.


Palopo, 29 Oktober 2019

Hormat kami,
FRONT OPOSISI RAKYAT INDONESIA
( F O R I )
P A L O P O

ttd,

R I D A L
 (Jenderal Lapangan)


Organ yang tergabung dalam FORI Palopo :
Dewan Pengurus Cabang Serikat Rakyat Miskin Demokratik (DPC SRMD) Palopo, Badan Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (BPC GMKI) Palopo, Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (DPC PMKRI) Palopo, Persekutuan Mahasiswa Kristen Universitas Andi Djemma (PMK Unanda) Palopo, Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Basse Sangtempe (PP HAMBASTEM), Pengurus Besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Rampi (PB IPMR).

Alamat Sekber : Jl. Pongsimpin, Lrg. Bete-Bete, Kelurahan Boting, Kecamatan Wara, Kota Palopo, Sulsel. Contack Person/WA: 081384229308 - 085299340555
Massa Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) Palopo, long march menuju Mapolres Palopo pada Selasa 29 Oktober 2019.  Unjuk rasa ini mendesak jajaran Polres Palopo untuk segera menangkap para pelaku yang membubarkan paksa aksi FORI Palopo ketika menggelar aksi unjuk rasa di depan Rujab Walikota Palopo pada tanggal 5 July 2019 lalu.
Massa Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) Palopo saat tiba di depan Mapolres Palopo untuk menggelar aksi unjuk rasa pada Selasa 29 Oktober 2019 siang




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serikat Rakyat Miskin Demokratik (SRMD) tidak bertanggung jawab atas komentar yang anda tulis pada halaman komentar, admin situs ini juga akan menghapus komentar yang tidak objektif dan atau postingan yang berbau SARA.