Selama 2 tahun nasibnya terkatung-katung.
Oleh: Drs. Andre Vincent Wenas, MM, MBAMUNGKIN isu
ini tidak terlalu terdengar di blantika wacana politik-hukum tingkat nasional.
Tapi sesungguhnyalah kisah
yang ia alami adalah sebuah tragedi kemanusiaan di atas kasus gugatan oknum
kekuasaan dengan memakai pasal karet UU ITE terhadapnya.
Apa masalahnya dan siapa Muhammad Asrul? Mengapa kasusnya sampai memakan waktu 2 tahun? Mengapa ia sampai bisa diancam pidana penjara maksimal 10 tahun?
Muhammad Asrul adalah
seorang wartawan Berita.News, dalam melakukan kerja jurnalistiknya ia
mewartakan tentang kasus dugaan praktek korupsi di Palopo, Sulawesi Selatan.
Rupanya kasus yang
diberitakannya terkait dengan anak penguasa daerah sana. Lalu Asrul pun
dituntut dengan UU ITE yang sekarang kita kenal dengan pasal karetnya:
Pencemaran Nama Baik!
Dua tahun yang lalu, tahun
2019, Muhammad Asrul menulis karya jurnalistiknya di Berita.News atas
kesepakatan rapat dewan redaksinya tentu. Apa yang ia tulis?
Ada tiga berita
investigatifnya yang akhirnya dipermasalahkan oleh sang anak penguasa itu,
namanya Farid Kasim Judas, ia putera dari Walikota Palopo Drs. HM. Judas Amir,
MH.
Kabarnya Farid Kasim Judas
juga menjabat sebagai Plt Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana Kota Palopo.
Ketiga laporan jurnalistik
investigasi yang dipersoalkan oleh Farid Kasim Judas adalah:
1) “Putra Mahkota Palopo
Diduga “Dalang” Korupsi PLTMH dan Keripik Zaro Rp11 M”, tulisan ini terbit 10
Mei 2019.
2) “Aroma Korupsi
Revitalisasi Lapangan Pancasila Palopo Diduga Seret Farid Judas” terbit 24 Mei
2019.
3) “Jilid II Korupsi jalan
Lingkar Barat Rp5 M, Sinyal Penyidik Untuk Farid Judas?” terbit pada 25 Mei
2019.
Bulan Mei 2019 pun berlalu,
dan pada bulan Juni 2019 tanggal 14, jadi sekitar 3 minggu setelah berita yang
ditulis Muhammad Asrul per tanggal 25 Mei 2019 terbit. Ia seperti laporan LBH
Makassar – dilaporkan ke pihak kepolisian oleh Farid Kasim Judas atas tuduhan:
Pencemaran Nama Baik.
Bukankah dalam aturannya
jika ada yang keberatan terhadap suatu pemberitaan, ia bisa menggunakan hak
jawabnya. Atau kalau perlu bawa ke sidang Dewan Pers.
Namun, 6 bulan kemudian,
pada tanggal 17 Desember 2019, Farid Kasim Judas membuat aduan yang tercatat
dalam Laporan Polisi Nomor:
LPB/465/XII/2019/SPKT.
Berdasarkan aduan ini,
polisi pun menindaklanjuti dengan penangkapan terhadap Muhammad Asrul.
Kasusnya masih terus
berlanjut, sampai pada 29 Januari 2020. Siang hari Muhammad Asrul dijemput
paksa oleh kepolisian. Ia pun digelandang ke Polda Sulawesi Selatan, katanya
untuk dimintai keterangan. Namun ia tidak didampingi oleh penasihat hukum!
Proses BAP oleh penyidik
terhadap Muhammad Asrul berlangsung sekitar 5 jam (jam 15.30 sampai jam 20.30
WITA). Herannya, seusai proses BAP, ia langsung ditahan di Rutan Mapolda
Sulsel!
Penahanannya
selama 36 hari!
Baru pada tanggal 16 Maret
2021, kasus Asrul ini mulai disidangkan. Luar biasanya, Jaksa sampai mendakwa
Asrul dengan pasal berlapis, yaitu soal: 1) Berita bohong: pasal 14 UU No 1/1946,
2) Ujaran kebencian: pasal 28 ayat 2 UU ITE, 3) Pencemaran nama baik: pasal 27
ayat 3 UU ITE.
Sampai ke tanggal 23 Maret
2021 kemarin ini, barulah digelar sidang kedua dari kasus Muhammad Asrul, sang
jurnalis Berita.News. Agenda sidangnya adalah pembacaan ekspesi
(penolakan/keberatan terdakwa).
Sebelumnya, Dewan Pers
sebetulnya sudah turun tangan untuk ikut menjelaskan bahwa berita yang ditulis
oleh Muhammad Asrul itu adalah produk karya jurnalistik.
Dan kalau ada yang keberatan
terhadap karya jurnalistik maka mekanisme sengketanya mesti lewat Dewan Pers
dan bukan lewat pengadilan pidana. Namun ini diabaikan oleh Kepolisian maupun
Kejaksaan Negeri Palopo.
Bagi kita, kasus ini sekali
lagi bukanlah sekedar masalah pasal karet UU ITE yang rentan disalahgunakan
oleh mereka yang berkuasa.
Mentang-mentang punya kuasa
bisa seenaknya menzolimi seorang wartawan yang sedang menjalankan fungsinya
sebagai pewarta dan penjaga kontrol-sosial.
Media-massa (pers) adalah
pilar keempat demokrasi setelah legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Bila kita simak kasus ini,
yang mulai sejak Mei-Juni 2019, lalu ada penahanan terhadap Muhammad Asrul
pasca BAP tanpa didampingi penasehat hukumnya, dan terus berlarut-larut sampai
2 tahun. Terasa sekali aroma penzoliman terhadap dirinya oleh oknum kekuasaan.
Bahkan ada yang sampai mensinyalir bahwa ini adalah suatu ‘abuse of power’ yang
nampaknya sengaja untuk “menyiksa” (menzolimi) Muhammad Asrul. Untuk apa?
Entah ini juga sebagai
signal keras yang dilancarkan oknum penguasa itu kepada para wartawan lain
ataupun para social-influencers agar “jangan macam-macam” dengan sang oknum
penguasa? Walahuallam!
Namun yang jelas, Muhammad
Asrul sepanjang masa dua tahun terakhir ini jadi terkatung-katung nasibnya. Ia
jelas menderita lahir-batin.
Atas nama keadilan dan
peri-kemanusiaan, kasus Muhammad Asrul tidak bisa diabaikan.
Walau saat ini Muhammad
Asrul sudah didampingi oleh Koalisi Pembela Kebebasan Pers: YLBHI-LBH Makassar,
SAFEnet, dan KPJKB, namun jelas ia masih butuh dukungan publik. Dukungan untuk
apa?
Untuk:
Bebaskan Muhammad Asrul!
Inilah salah satu korban
pasal karet UU ITE yang waktu itu sempat dikritisi sendiri oleh Presiden Joko
Widodo. Beliau bahkan bakal meminta DPR RI untuk merevisinya, lantaran
ditengarai justru banyak ketidak adilan dan praktek ‘abuse of power’ oleh oknum
penguasa dalam penerapan pasal-pasal karet ini.
#JurnalisBukanKriminal
#SemuaBisaKena #DampakBurukUUITE
Akhirnya kita juga ingin
mengingatkan,“The only thing necessary
for the triumph of evil is for good men to do nothing.” – Edmund Burke.
Rabu, (24/03/2021)
***) Penulis adalah Direktur
Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Serikat Rakyat Miskin Demokratik (SRMD) tidak bertanggung jawab atas komentar yang anda tulis pada halaman komentar, admin situs ini juga akan menghapus komentar yang tidak objektif dan atau postingan yang berbau SARA.