Kamis, 7
Februari 2013, tak terasa genap sudah setahun perjuangan kawan-kawan Serikat
Perjuangan Buruh Indonesia PT Wakatobi Resort (SPBI PT WR), yang menggelar aksi
mogok kerja untuk menuntut PT Wakatobi Resort (PT WR) menjalankan hak- hak
normatif buruhnya yang selama ini tidak dipenuhi oleh perusahaan. Hak-hak normatif
buruh PT WR yang tidak diberikan semenjak PT WR beroperasi dari tahun 1996
hingga saat ini diantaranya adalah Jamsostek, upah lembur, dan cuti haid.
Hak normatif buruh adalah hak dasar buruh yang wajib dipenuhi oleh perusahaan (pengusaha) sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek.
Kendati
demikian, PT WR yang bergerak di sektor parawisata (diving) milik Mr.
Lorenz Peter Mader asal negara Swiss itu dengan terang-terangan melawan hukum
(UU No. 13 Tahun 2003 dan UU No. 3 Tahun 1992) yang mewajibkannya untuk
memenuhi hak normatif buruhnya. Sementara itu, pemerintah yang bertanggungjawab
dalam bidang ketenagakerjaan, dalam hal ini Dinas Sosial Tenaga Kerja &
Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Wakatobi, dan Dinas Tenaga Kerja
& Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulawesi Tenggara, serta Mentri
Tenaga Kerja & Transmigrasi Republik Indonesia (Mennakertrans RI), bungkam
dan terkesan tutup mata, serta tutup telinga seolah-oleh tidak tahu pelanggaran
hukum yang dilakukan oleh PT WR, meski pihak SPBI PT WR sudah berkali-kali
mengadukan pelanggaran tersebut kepada stake holder terkait yang
bertanggungjawab dalam menangani masalah perburuhan.
Berbagai
upaya dan tahapan telah dilakukan oleh SPBI PT WR dalam menuntut hak normatif
mereka agar dipenuhi oleh pihak pengusaha. Namun, semua mengalami jalan buntu
dan tidak membuahkan hasil, karena sepertinya pihak perusahaan telah melakukan
persekongkolan jahat dengan pemerintah yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan, mulai dari tingkat kabupaten hingga pusat. Tahapan-tahapan
yang telah dilakukan oleh SPBI PT WR dalam perjuangannya menuntut hak normatif
mereka (buruh PT WR) diantaranya adalah:
Pertama: menyurati pihak manajemen PT WR
yang ditembuskan kepada owner (pemilik perusahaan) dan institusi
pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan, namun tidak
direspon sama sekali.
Kedua: melakukan perundingan bipartit
(perundingan antara buruh dengan pengusaha), juga tidak membuahkan hasil.
Ketiga: perundingan tripartit (perundingan
antara buruh, pengusaha dan pemerintah) yang diinisiasi oleh pihak
Disnakertransos Kabupaten Wakatobi, juga tidak membuahkan hasil.
Keempat: sidang mediasi yang difasilitasi
oleh mediator hubungan industrial (MHI) asal Disnakertrans Provinsi Sulawesi
Tenggara, malah mengeluarkan surat anjuran MHI yang terang-benderang berpihak
kepada pengusaha.
Kelima: melaporkan pelanggaran hak
normatif yang dilakukan oleh PT WR kepada Dirjen Binawas Mennakertrans RI, yang
juga tidak jelas penanganan dan hasilnya seperti apa, kendati beberapa kali
pihak Binawas melakukan pemeriksaan terhadap pengusaha.
Keenam: melakukan perundingan dengan pihak
owner (pemilik perusahaan) di Kantor Mennakertrans RI, dimana SPBI PT WR
diwakili oleh induk organisasinya, Konfederasi Serikat Nasional (KSN), namun
pihak pengusaha juga tidak mau menjalankan hak normatifnya dan tetap ingin
melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap buruhnya yang mogok kerja
menuntut hak normatif.
Ketujuh: perundingan lanjutan yang digelar
di Kantor Pusat PT WR (di pulau Bali) antara manajemen perusahaan yang
didampingi kuasa hukumnya dengan SPBI PT WR yang diwakili oleh DPP KSN, yang
juga berakhir deadlock karena pihak perusahan tetap mengajukan tawaran
PHK dan uang pisah (bukan pesangon) yang ditolak oleh DPP KSN.
Sudah sekian
banyak tahapan dan proses yang telah ditempuh oleh SPBI PT WR dalam menuntut
hak-hak normatifnya, namun pihak PT WR tetap saja pada pendiriannya dengan
sengaja melawan hukum dan malah melakukan PHK secara sepihak terhadap seluruh
buruhnya yang menggelar aksi mogok sejak tanggal 7 Februari 2012 hingga saat
ini, 7 Februari 2013. Walau
demikian, semangat SPBI PT WR yang mogok tak surut jua, mereka tetap mogok dan
saat ini tengah mempersiapkan gugatannya untuk diajukan ke Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI) di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Menurut
Sekretaris SPBI PT WR, Ahmad Ode Tarani, bahwa seluruh anggota SPBI PT WR yang
mogok kerja sejak tanggal 7 Februari 2012 telah di-PHK secara sepihak oleh
manajemen PT WR pada tanggal 11 Juli 2012 tanpa melalui penetapan PHI. Tindakan
ini adalah pelanggaran hukum. Bahkan menurut Ahmad, dirinya sebelum mogok sudah
di-PHK secara sepihak oleh manajemen PT WR, tepatnya pada tanggal 31 Januari
2012, yakni dua hari setelah memasukkan surat penyampaian mogok kerja kepada
pihak perusahaan (pengusaha), yang menurut Ahmad, adalah praktek union
busting (pembrangusan serikat).
Perlakuan
jahat manajemen PT WR tidak hanya memberangus serikat dengan melakukan PHK
sepihak terhadap buruhnya tanpa melaui penetapan PHI. Namun, manajemen PT WR
juga pernah melakukan penganiayaan terhadap buruh yang mogok di lokasi
perusahaan.
Buruh PT. Wakatobi Resort, Mogok Kerja
Sambil Menggelar Aksi Unjukrasa
|
Buruh yang
jadi korban penganiayaan itu adalah kawan Suwese Iri. Saat dianiaya oleh
manajemen dengan beberapa kali pukulan yang dilayangkan oleh Kawit, Suwese
sempat tersungkur jatuh.
Perlakuan Kawit terhadap Suwese ketika itu menyulut kemarahan massa dan Kawit nyaris dihakimi massa FORI Wakatobi. Beruntung Kawit dievakuasi secepatnya oleh aparat kepolisian dari Polsek Tomia, yang melakukan pengamanan aksi, dan koordinator lapangan FORI Wakatobi, Ahmad, berhasil menenangkan massa yang mengamuk karena tidak menerima perlakuan Kawit terhadap Suwese.
Perlakuan Kawit terhadap Suwese ketika itu menyulut kemarahan massa dan Kawit nyaris dihakimi massa FORI Wakatobi. Beruntung Kawit dievakuasi secepatnya oleh aparat kepolisian dari Polsek Tomia, yang melakukan pengamanan aksi, dan koordinator lapangan FORI Wakatobi, Ahmad, berhasil menenangkan massa yang mengamuk karena tidak menerima perlakuan Kawit terhadap Suwese.
Pasca
insiden penganiayaan Suwese, massa FORI Wakatobi mengantar Suwesi ke Puskesmas
Waha guna mendapatkan perawatan dan visum dokter usai aksi peringatan May Day.
Setelah mendapat perawatan medis dan dibolehkan kembali ke rumah kediamannya,
Suwese, yang ditemani oleh beberapa rekannya langsung menuju Kantor Polsek
Tomia untuk melapor. Namun saat tiba di Polsek, tak seorangpun anggota Polsek
Tomia yang berada di kantor, karena seluruh personil saat itu diterjunkan ke
lokasi PT WR untuk mengantisipasi amukan massa pasca penganiayaan Suwese.
Saat itu,
terpaksa Suwese tidak jadi melaporkan penganiayaan yang dialaminya. Keesokan
hari, tepat pada tanggal 2 mei 2012, baru Suwese melaporkan kasus penganiayaan
yang dialaminya kepada pihak aparat Polsek Tomia.
Kendati
kasus penganiayaan yang dialami oleh Suwese, telah dilaporkan kepada pihak
kepolisian setempat, dan beberapa saksi telah dimintai keterangannya oleh
penyidik, serta Kawit telah ditetapkan sebagai tersangka (TSK), namun TSK tidak
ditahan dan hanya terkena wajib lapor dua kali seminggu (Senin dan Kamis)
sesuai Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang
disampaikan oleh Kapolsek Tomia IPTU La Ode Sahabuddin Sambo.
Walau
kasusnya sudah hampir setahun ditangani oleh pihak Polsek Tomia, hingga saat
ini, menurut informasi penyidiknya BRIPTU La Ode Armani, berita acara
pemeriksaan (BAP) TSK Kawit sudah berkali-kali bolak-balik dari Kejaksaan
Negeri. Penanganan kasus penganiayaan Suwese yang diproses pihak kepolisian
terkesan sangat lamban dan mengistimewakan TSK, karena TSK tidak pernah ditahan
serta hanya wajib lapor sebanyak dua kali seminggu, ujar Ahmad yang juga
Sekretaris SPBI PT WR.
Sejumlah Buruh PT. Wakatobi Resort,
Dijemput Paksa Aparat Kepolisian
Karena Dilaporkan Oleh Pengusaha
Melakukan Penyerobotan
Lahan Perusahaan
|
gok pada tanggal 15 september 2012 oleh aparat gabungan personil Polsek Tomia Timur, Polsek Tomia dan Polres Wakatobi, setelah dilaporkan oleh pihak perusahaan (PT WR) dengan tuduhan menyerobot lokasi perusahaan, karena melakukan aksi pendudukan pada tanggal 12- 13 Agustus 2012 di perusahaan, dengan bermalam di lokasi mogok.
Pihak
perusahaan melaporkan anggota SPBI PT WR ke Polres Wakatobi pada tanggal 24 agustus
2012 dengan alasan menyerobot, karena para buruh yang mogok tidak diizinkan
melakukan mogok kerja di lokasi perusahaan, walau sebelumnya sudah ada
pemberitahuan aksi bahwa SPBI PT WR akan menggelar mogok kerja di lokasi
tersebut.
Penangkapan
para anggota SPBI PT WR yang mogok dilakukan oleh gabungan aparat Polres
Wakatobi bersama jajarannya ketika para buruh tidak memenuhi Surat Panggilan
Pertama dari penyidik Polres Wakatobi. “Satu persatu, saya dan kawan-kawan
anggota SPBI PT WR yang dilaporkan oleh pihak perusahaan diciduk di rumah
kediaman kami kala itu,” tutur Ahmad, sembari mengatakan, pada saat
penangkapan, rumah mereka dikepung puluhan aparat kepolisian layaknya pelaku
kejahatan atau kriminal yang di-DPO-kan.
Pada hari
itu juga, para anggota dan pengurus SPBI PT WR yang ditangkap dibawa ke
Mapolres Wakatobi dan secara bergantian diproses oleh penyidik selama sepekan
(tujuh hari). Beruntung, setelah jadi penghuni Mapolres Wakatobi dan usai
diperiksa, akhirnya para anggota SPBI PT WR diizinkan kembali ke rumah mereka.
Pada tanggal
2 Oktober 2012, anggota SPBI PT WR yang dilaporkan oleh pihak manajemen PT WR
kembali diundang oleh Kasat Reskrim Polres Wakatobi AKP Ahali, SH, MH, untuk
menghadiri gelar perkara laporan penyerobotan lokasi perusahaan.
Kendati
sudah melakukan gelar perkara terkait penyerobotan lokasi perusahaan yang
disangkakan kepada peserta mogok kerja, yang dianggap tidak cukup bukti, namun
hingga kini kasus tersebut belum jelas apakah akan dilanjutkan ke proses lebih
lanjut atau tidak, jelas Ahmad, seraya mengatakan bahwa jika kasus ini
dinyatakan tidak cukup bukti dan tidak memenuhi unsur pidana, maka tentunya
pihak penyidik Polres Wakatobi akan mengeluarkan Surat Perintah Pemberhentian
Penyidikan (SP3).
Ayo terus berlawan kawan-kawan SBA Wakatobi Resort.
BalasHapusHancurkan pengusaha yang menindas buruh. Juatan buruh berjuang bersama kalian