Jumat, 12 Oktober 2012

Menolak Undang- Undang Pendidikan Tinggi (UU PT)


PERNYATAAN SIKAP
FRONT OPOSISI RAKYAT INDONESIA
(FORI- PALOPO)

"Menolak Undang- undang Pendidikan Tinggi (UU PT)" 

Salam oposisi,
Rancangan Undang- Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) yang sejak awal ditolak oleh mayoritas rakyat Indonmesia, telah disahkan oleh DPR RI menjadi Undang- Undang Pendidikan Tinggi (UU PT) pada Jumat 13 Agustus 2012 lalu. UU PT merupakan produk UU hasil dari persekongkolan jahat antara DPR dan Pemerintah RI. Di tengah maraknya penolakan dari rakyat UU ini disahkan dan harus dilaksanakan paling lambat dua tahun sejak diundangkan. UU PT ini sebenarnya adalah pengganti atau reinkarnasi Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal, 30 Maret 2010 lalu karena isinya dianggap bertentangan dengan Konstitusi Bangsa kita (UUD 1945) sebab bermuatan komersialisasi dan privatisasi pendidikan tinggi. 

Jika kita mencermati pasal-pasal yang ada dalam UU PT ini ternyata juga masih menyimpan muatan pelepasan tanggung jawab negara terhadap hak warga negaranya untuk memperoleh akses pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 73 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru dalam ayat (1) disebutkan bahwa Penerimaan Mahasiswa baru PTN untuk setiap Program Studi dapat dilakukan melalui pola penerimaan Mahasiswa secara nasional dan bentuk lain. Dalam penjelasan UU PT tersebut dikatakan bahwa bentuk lain yang dimaksud adalah ujian mandiri yang diselenggarakan oleh universitas masing-masing.

Pelepasan tanggung jawab pemerintah ini juga diperjelas pada ayat berikutnya dalam pasal yang sama bahwa  Pemerintah menanggung biaya calon Mahasiswa yang akan mengikuti pola penerimaan Mahasiswa baru secara nasional. Artinya pemerintah tidak akan menanggung biaya calon mahasiswa yang dilakukan melalui Ujian Mandiri. Ini tentu mengherankan karena isinya tidak jauh berbeda dengan UU BHP yang telah dibatalkan itu.

Upaya privatisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi tidak berhenti di situ saja, dalam pasal 74 ayat (1) yang berbunyi: PTN wajib mencari dan menjaring calon Mahasiswa yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi dan calon Mahasiswa dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal untuk diterima paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh Mahasiswa baru yang diterima dan tersebar pada semua Program Studi. Sepintas memang ada jaminan dari pemerintah untuk menjamin mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi mengakses biaya pendidikan tinggi namun ini sebenarnya adalah ayat yang merupakan bentuk pelepasan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi hak warganya.

Kata-kata “memiliki potensi akademik tinggi” tentu tidak mudah ditafsirkan indikatornya dan bagaimana pula akses untuk mahasiswa yang kemampuan akademiknya “biasa saja” namun tidak mampu secara ekonomi? Apakah pemerintah sedang menerapkan asas bahwa orang miskin dilarang kuliah, kecuali orang miskin yang pintar baru bisa kuliah? Jelas ini bertentangan dengan UU No. 11 tahun 2005 tentang Hak Ekonomi Sosial Budaya, yang menyebutkan bahwa Pemerintah harus mengupayakan akses pendidikan tinggi secara gratis bagi setiap warganya.

Hal berikutnya yang bisa dikritisi dalam UU PT ini adalah tentang Pemenuhan Hak Mahasiswa yang diatur dalam pasal 76. Dalam ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah/pemerintah daerah/universitas berkewajiban memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi yang diterangkan dalam ayat selanjutnya. Namun yang harus diperhatikan adalah huruf (c) dimana bentuk pemenuhan tersebut bisa diberikan melalui pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan

Jika melihat data Badan Pusat Statiskik (BPS) RI tahun 2011 menyebutkan bahwa pengganguran terbesar di Indonesia berasal dari kalangan sarjana, maka pertanyaan kita adalah jika setelah lulus mahasiswa tersebut tidak mendapat pekerjaan, bagaimana mahasiswa yang tidak mampu ini akan membayar pinjaman kuliahnya? Apakah menyita harta- benda keluarganya? Lalu pertanyaan berikutnya jika pinjaman tersebut tanpa bunga, apakah dimungkinkan hutang tersebut dibayar dengan sistem cicilan meningkat seperti kredit konsumsi yang umumnya ditemui dilingkungan masyarakat? Sudah sedemikian bobrokkah mentalitas pembuat UU PT ini sehingga mengharuskan warganya belajar berhutang sejak kuliah?

Ketidak jelasan pemerintah dalam menjamin pemenuhan hak pendidikan warga negaranya juga dapat dilihat dalam Pasal 83 dan 84 tentang Pendanaan dan Pembiayaan Pendidikan. Dalam pasal tersebut tidak jelas disebutkan berapa prosentase kewajiban pemerintah serta masyarakat untuk berperan dalam pembiayaan perguruan tinggi. Bagaimana jika pemerintah beralasan tidak mampu membiayai karena anggaran negara yang habis atau terbatas? Apakah masyarakat juga yang harus menanggung seluruhnya? Semangat liberalisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi ini juga tampak dalam pasal 85 ayat (2) yang berbunyi Pendanaan Pendidikan Tinggi dapat juga bersumber dari biaya pendidikan yang ditanggung oleh Mahasiswa sesuai dengan kemampuan Mahasiswa, orang tua Mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.
Lantas dimana peran pemerintah jika semua biaya pendidkan tinggi ditanggung orang tua siswa? Dan apa yang dimaksud dengan pihak lain? Tidak ada kejelasan dalam penjelasan UU PT yang penyusunannya sejak awal ditolak oleh mayoritas rakyat.

Kata kunci dari upaya komersialisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi oleh pemerintah ini tertuang dalam pasal 89 ayat (2) yang berbunyi Dana Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) untuk PTN badan hukum diberikan dalam bentuk subsidi dan/atau bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menjadi kata kunci karena disitu terdapat kata subsidi dimana kata ini merupakan kata-kata titipan ideologi kapitalis- neoliberalis. Subsidi menjadi pembenar bahwa uang yang digunakan untuk memenuhi hak warga negara adalah beban bagi keuangan negara sehingga sewaktu-waktu subsidi dapat dicabut atau dikurangi oleh pemerintah dengan berbagai alasan, “harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang juga dianggap subsidi bisa menjadi contoh”, yang setiap saat ingin dikurangi oleh pemerintah dengan alasan sangat membebani APBN.

Tampaknya pemerintah tidak belajar dari pembatalan UU BHP yang lalu oleh Mahkama Konstitusi (MK). Semangat komersialisasi serta liberalisasi masih menjadi spirit utama dalam penyusunan UU ini. Padahal dari pembatalan yang dilakukan oleh MK terhadap UU BHP disitu disebutkan bahwa pemenuhan hak pendidikan warga negara baik secara ekonomi, sosial dan budaya adalah kewajiban pemerintah untuk memenuhinya. Selain termuat dalam isi UUD 1945 serta dalam Undang Undang Sisdiknas hal ini tentu sesuai dengan semangat para pendiri bangsa yang menyatakan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan dimerdekakannya negara ini yang termuat dalam pembukaan UUD 1945. Jika kemudian biaya pendidikan khususnya pendidikan tinggi dilepaskan tanggung jawabnya oleh pemerintah, serta tidak semua warga Negara bisa mengaksesnya maka kita patut bertanya bangsa yang mana yang dibela pemerintah saat ini?

Dengan UU PT, hokum public dalam dunia pendidikan tinggi telah diubah menjadi hokum privat. Dalam amanat UUD pasal 31, ditegaskan bahwa pendidikan harus berada dalam satu sistem yang terintegrasi. Sehingga dengan adanya UU PT, berarti ada dua UU terkait persoalan pendidikan, yaitu UU Sisdiknas dan UU PT. Padahal, ada amanat dari UU Sisdiknas agar pendidikan tinggi diatur melalui Peraturan Pemerintah, tapi yang dikeluarkan malah UU PT.
Berdasarkan analisa diatas, maka kami dari Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) Palopo, menyatakan sikap sebagai berikut:
  1. Menolak Undang- Undang Pendidikan Tinggi (UU PT);
  2. Mengutuk serta mengecam Pemerintah dan DPR RI yang telah membuat UU PT, sebagai upaya pelepasan tanggung jawab Negara terhadap rakyatnya di bidang pendidikan tinggi;
  3. Menolak praktek komersialisasi dan liberalisasi pendidikan di Indonesia;
  4. Menuntut agar UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidkan Nasional (Sisdiknas) dan UU No. 11 Tahun 2005 tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, untuk dilaksanakan;
  5. Cabut dan atau batalkan UU PT, karena bertentangan dengan UUD 1945;
  6. Rezim BABI (Bambang- Budiono), telah gagal mencerdaskan bangsanya;
  7. Menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia agar mengajukan gugatan uji materil, terhadap UU PT, ke Mahkama Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan Konstitusi Negara (UU 1945).
Palopo, 2 Oktober  2012
Hormat kami,
FRONT OPOSISI RAKYAT INDONESIA
(FORI- PALOPO)




Serikat Rakyat Miskin Demokratik (SRMD), Himpunan Mahasiswa Basse Sang Tempe’ (HAM BASTEM), Himpunan Mahasiswa Etnis Toraja Indonesia (HISTORI), Himpunan Kerukunan Mahasiswa Luwu Utara  (HIKMAH LUTRA), Himpunan Mahasiswa Rongkong Indonesia (HMRI), BEM Universitas Cokroaminoto Palopo, Gerakan Juang Mahasiswa Demokratik (GAJAMADA), Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokratik (LMND), Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP)


Juru Bicara:
-          William Marthom (085 299 340 555)
-          Ridwan Bakokang (081 242 183 630)
-          Faisal (085 398 250 668)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serikat Rakyat Miskin Demokratik (SRMD) tidak bertanggung jawab atas komentar yang anda tulis pada halaman komentar, admin situs ini juga akan menghapus komentar yang tidak objektif dan atau postingan yang berbau SARA.