PERNYATAAN SIKAP
FRONT OPOSISI RAKYAT INDONESIA
(FORI- PALOPO)
"Menolak Undang- undang Pendidikan Tinggi (UU PT)"
Salam oposisi,
Rancangan
Undang- Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) yang sejak awal ditolak oleh
mayoritas rakyat Indonmesia, telah disahkan oleh DPR RI menjadi Undang- Undang
Pendidikan Tinggi (UU PT) pada Jumat 13 Agustus 2012 lalu. UU PT merupakan
produk UU hasil dari persekongkolan jahat antara DPR dan Pemerintah RI. Di
tengah maraknya penolakan dari rakyat UU ini disahkan dan harus dilaksanakan
paling lambat dua tahun sejak diundangkan. UU PT ini sebenarnya adalah
pengganti atau reinkarnasi Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang
telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal, 30 Maret 2010 lalu
karena isinya dianggap bertentangan dengan Konstitusi Bangsa kita (UUD 1945)
sebab bermuatan komersialisasi dan privatisasi pendidikan tinggi.
Jika kita mencermati pasal-pasal yang
ada dalam UU PT ini ternyata juga masih menyimpan muatan pelepasan tanggung
jawab negara terhadap hak warga negaranya untuk memperoleh akses pendidikan,
khususnya pendidikan tinggi. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 73 tentang
Penerimaan Mahasiswa Baru dalam ayat (1) disebutkan bahwa Penerimaan
Mahasiswa baru PTN untuk setiap Program Studi dapat dilakukan melalui pola
penerimaan Mahasiswa secara nasional dan bentuk lain. Dalam penjelasan UU PT
tersebut dikatakan bahwa bentuk lain yang dimaksud adalah ujian mandiri yang
diselenggarakan oleh universitas masing-masing.
Pelepasan tanggung jawab pemerintah ini
juga diperjelas pada ayat berikutnya dalam pasal yang sama bahwa Pemerintah
menanggung biaya calon Mahasiswa yang akan mengikuti pola penerimaan Mahasiswa
baru secara nasional. Artinya pemerintah tidak akan menanggung biaya calon
mahasiswa yang dilakukan melalui Ujian Mandiri. Ini tentu mengherankan karena
isinya tidak jauh berbeda dengan UU BHP yang telah dibatalkan itu.
Upaya privatisasi dan liberalisasi
pendidikan tinggi tidak berhenti di situ saja, dalam pasal 74 ayat (1) yang
berbunyi: PTN wajib mencari dan menjaring calon Mahasiswa yang memiliki
potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi dan calon Mahasiswa
dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal untuk diterima paling sedikit 20%
(dua puluh persen) dari seluruh Mahasiswa baru yang diterima dan tersebar pada
semua Program Studi. Sepintas memang ada jaminan dari pemerintah untuk menjamin
mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi mengakses biaya pendidikan tinggi
namun ini sebenarnya adalah ayat yang merupakan bentuk pelepasan tanggung jawab
pemerintah untuk memenuhi hak warganya.
Kata-kata “memiliki potensi akademik
tinggi” tentu tidak mudah ditafsirkan indikatornya dan bagaimana pula akses
untuk mahasiswa yang kemampuan akademiknya “biasa saja” namun tidak mampu
secara ekonomi? Apakah pemerintah sedang menerapkan asas bahwa orang miskin dilarang kuliah, kecuali orang
miskin yang pintar baru bisa kuliah? Jelas ini bertentangan dengan UU No. 11
tahun 2005 tentang Hak Ekonomi Sosial Budaya, yang menyebutkan bahwa Pemerintah
harus mengupayakan akses pendidikan tinggi secara gratis bagi setiap warganya.
Hal berikutnya yang bisa dikritisi dalam
UU PT ini adalah tentang Pemenuhan Hak Mahasiswa yang diatur dalam pasal 76.
Dalam ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah/pemerintah
daerah/universitas berkewajiban memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara
ekonomi yang diterangkan dalam ayat selanjutnya. Namun yang harus
diperhatikan adalah huruf (c) dimana bentuk pemenuhan tersebut bisa diberikan
melalui pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus dan/atau
memperoleh pekerjaan.
Jika melihat data Badan Pusat Statiskik
(BPS) RI tahun 2011 menyebutkan bahwa pengganguran terbesar di Indonesia berasal
dari kalangan sarjana, maka pertanyaan kita adalah jika setelah lulus mahasiswa
tersebut tidak mendapat pekerjaan, bagaimana mahasiswa yang tidak mampu ini
akan membayar pinjaman kuliahnya? Apakah menyita harta- benda keluarganya? Lalu
pertanyaan berikutnya jika pinjaman tersebut tanpa bunga, apakah dimungkinkan
hutang tersebut dibayar dengan sistem cicilan meningkat seperti kredit konsumsi
yang umumnya ditemui dilingkungan masyarakat? Sudah sedemikian bobrokkah
mentalitas pembuat UU PT ini sehingga mengharuskan warganya belajar berhutang
sejak kuliah?
Ketidak jelasan pemerintah dalam
menjamin pemenuhan hak pendidikan warga negaranya juga dapat dilihat dalam
Pasal 83 dan 84 tentang Pendanaan dan Pembiayaan Pendidikan. Dalam pasal
tersebut tidak jelas disebutkan berapa prosentase kewajiban pemerintah serta
masyarakat untuk berperan dalam pembiayaan perguruan tinggi. Bagaimana jika
pemerintah beralasan tidak mampu membiayai karena anggaran negara yang habis
atau terbatas? Apakah masyarakat juga yang harus menanggung seluruhnya?
Semangat liberalisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi ini juga tampak
dalam pasal 85 ayat (2) yang berbunyi Pendanaan Pendidikan Tinggi dapat juga
bersumber dari biaya pendidikan yang ditanggung oleh Mahasiswa sesuai dengan
kemampuan Mahasiswa, orang tua Mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.
Lantas dimana peran pemerintah jika
semua biaya pendidkan tinggi ditanggung orang tua siswa? Dan apa yang dimaksud
dengan pihak lain? Tidak ada kejelasan dalam penjelasan UU PT yang
penyusunannya sejak awal ditolak oleh mayoritas rakyat.
Kata kunci dari upaya komersialisasi dan
liberalisasi pendidikan tinggi oleh pemerintah ini tertuang dalam pasal 89 ayat
(2) yang berbunyi Dana Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf (a) untuk PTN badan hukum diberikan dalam bentuk subsidi dan/atau bentuk
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menjadi kata
kunci karena disitu terdapat kata subsidi
dimana kata ini merupakan kata-kata titipan ideologi kapitalis- neoliberalis.
Subsidi menjadi pembenar bahwa uang yang digunakan untuk memenuhi hak warga
negara adalah beban bagi keuangan negara sehingga sewaktu-waktu subsidi dapat
dicabut atau dikurangi oleh pemerintah dengan berbagai alasan, “harga Bahan
Bakar Minyak (BBM) yang juga dianggap subsidi
bisa menjadi contoh”, yang setiap saat ingin dikurangi oleh pemerintah
dengan alasan sangat membebani APBN.
Tampaknya pemerintah tidak belajar dari
pembatalan UU BHP yang lalu oleh Mahkama Konstitusi (MK). Semangat
komersialisasi serta liberalisasi masih menjadi spirit utama dalam penyusunan
UU ini. Padahal dari pembatalan yang dilakukan oleh MK terhadap UU BHP disitu
disebutkan bahwa pemenuhan hak pendidikan
warga negara baik secara ekonomi, sosial dan budaya adalah kewajiban pemerintah
untuk memenuhinya. Selain termuat dalam isi UUD 1945 serta dalam Undang
Undang Sisdiknas hal ini tentu sesuai dengan semangat para pendiri bangsa yang
menyatakan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan
dimerdekakannya negara ini yang termuat dalam pembukaan UUD 1945. Jika kemudian
biaya pendidikan khususnya pendidikan tinggi dilepaskan tanggung jawabnya oleh
pemerintah, serta tidak semua warga Negara bisa mengaksesnya maka kita patut
bertanya bangsa yang mana yang dibela pemerintah saat ini?
Dengan UU PT, hokum public dalam dunia
pendidikan tinggi telah diubah menjadi hokum privat. Dalam amanat UUD pasal 31,
ditegaskan bahwa pendidikan harus berada
dalam satu sistem yang terintegrasi. Sehingga dengan adanya UU PT, berarti
ada dua UU terkait persoalan pendidikan, yaitu UU Sisdiknas dan UU PT. Padahal,
ada amanat dari UU Sisdiknas agar pendidikan tinggi diatur melalui Peraturan
Pemerintah, tapi yang dikeluarkan malah UU PT.
Berdasarkan analisa diatas, maka kami
dari Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) Palopo, menyatakan sikap sebagai
berikut:
- Menolak Undang- Undang Pendidikan Tinggi (UU PT);
- Mengutuk serta mengecam Pemerintah dan DPR RI yang telah membuat UU PT, sebagai upaya pelepasan tanggung jawab Negara terhadap rakyatnya di bidang pendidikan tinggi;
- Menolak praktek komersialisasi dan liberalisasi pendidikan di Indonesia;
- Menuntut agar UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidkan Nasional (Sisdiknas) dan UU No. 11 Tahun 2005 tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, untuk dilaksanakan;
- Cabut dan atau batalkan UU PT, karena bertentangan dengan UUD 1945;
- Rezim BABI (Bambang- Budiono), telah gagal mencerdaskan bangsanya;
- Menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia agar mengajukan gugatan uji materil, terhadap UU PT, ke Mahkama Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan Konstitusi Negara (UU 1945).
Palopo, 2 Oktober 2012
Hormat kami,
FRONT OPOSISI
RAKYAT INDONESIA
(FORI- PALOPO)
Serikat Rakyat Miskin
Demokratik (SRMD), Himpunan Mahasiswa Basse Sang Tempe’ (HAM BASTEM), Himpunan
Mahasiswa Etnis Toraja Indonesia (HISTORI), Himpunan Kerukunan
Mahasiswa Luwu Utara (HIKMAH LUTRA),
Himpunan Mahasiswa Rongkong Indonesia (HMRI), BEM Universitas Cokroaminoto
Palopo, Gerakan Juang Mahasiswa Demokratik (GAJAMADA), Liga
Mahasiswa Nasional Untuk Demokratik (LMND), Perhimpunan
Rakyat Pekerja (PRP)
Juru Bicara:
-
William Marthom (085 299 340 555)
-
Ridwan Bakokang (081 242 183 630)
-
Faisal (085 398 250 668)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Serikat Rakyat Miskin Demokratik (SRMD) tidak bertanggung jawab atas komentar yang anda tulis pada halaman komentar, admin situs ini juga akan menghapus komentar yang tidak objektif dan atau postingan yang berbau SARA.