Rabu, 20 Maret 2013

Sitnas May Day 2013: Perlunya Aksi Nasional di Pusat Modal/Perekonomian [1]


Rini Kusnadi
Oleh: Rini Kusnadi 
(Mentri Perempuan Konfederasi Serikat Nasional) [2]

May Day adalah salah satu peristiwa besar sejarah bagi gerakan buruh. May Day juga harus menjadi sebuah memori kolektif kaum buruh. May Day diperingati untuk mengenang sebuah tragedi yang pernah menimpa kaum buruh di Chicago pada tahun 1886. Pada peristiwa itu, polisi Chicago menembaki kaum buruh dengan brutal ketika mereka sedang menggelar aksi untuk menuntut delapan jam kerja. Bahkan beberapa pimpinan buruh yang terlibat dalam demonstrasi tersebut juga ditangkap dan dihukum mati.

May Day, dengan demikian, bukanlah peringatan yang bermakna biasa. May Day adalah hari berkabungnya kelas buruh, yang dalam pemaknaan selanjutnya menjadi hari untuk mengingat bahwa kelas buruh adalah kelas yang tertindas di dalam sistem kapitalisme ini. May Day juga sebagai upaya kelas buruh untuk menumbangkan kapitalisme.

Di Indonesia, May Day mulai diperingati pada tahun 1920. Bahkan Indonesia tercatat sebagai negara Asia pertama yang merayakan 1 Mei sebagai hari buruh. Melalui UU Kerja No. 12 Tahun 1948, pada pasal 15 ayat 2, dinyatakan bahwa “Pada hari 1 Mei buruh dibebaskan dari kewajiban kerja.

Berdasarkan peraturan tersebut, kaum buruh di Indonesia, selalu memperingati May Day setiap tahunnya. Ini berarti sudah sejak lebih dari 90 tahun yang lalu May Day telah diakui sebagai harinya kaum buruh di Indonesia.

Orde Baru kemudian melarang buruh untuk memperingati May Day karena dianggap sebagai kegiatan politik yang subversif. Hal ini dilakukan karena Orde Baru memiliki ketakutan sendiri terhadap kesolidan buruh di Indonesia, terutama ketika buruh merayakan May Day yang mampu mengkonsolidasikan ribuan buruh.

Namun pada tanggal 1 Mei 1994, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) kembali merayakan May Day di Medan, walaupun di bawah represifitas pemerintahan Orde Baru. Hal ini kemudian dilanjutkan oleh Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dan Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI) dalam merayakan May Day pada tahun 1995. Aksi yang digalang oleh SMID dan PPBI ini ditujukan ke kantor Departemen Tenaga Kerja dan kantor Gubernur Jawa Tengah, sebagai simbol pusat kekuasaan.

Pasca jatuhnya Orde Baru di tahun 1998, aksi-aksi dalam memperingati May Day semakin marak dilakukan. Sepanjang tahun 1998-2012, aksi-aksi peringatan May Day banyak di lakukan di pusat-pusat kekuasaan, seperti Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kantor Gubernur, Istana Negara, Depnaker, Disnaker, Gedung DPR/MPR, dan lain-lain.

Namun menariknya, di rentang waktu tersebut terjadi perubahan tujuan aksi dari pusat kekuasaan ke kawasan industri, yakni pada rentang tahun 1997-2000. Pada rentang waktu tersebut, aksi-aksi May Day banyak dilakukan di kawasan-kawasan industri, seperti kawasan industri Tandes Surabaya, kawasan Industri di Sidoarjo, kawasan Industri di Gresik, Ungaran Jawa Tengah, dan Kawasan Industri di Sukoharjo. Perubahan pola aksi ke kawasan industri ini dilakukan karena kawasan industri merupakan jantung kapitalisme. Dengan dilakukannya aksi di kawasan industri, maka produksi di pabrik akan berhenti dan pemilik modal akan mengalami kerugian besar. Isu Mayday pada tahun-tahun ini pun bukan hanya mengangkat isu normatif saja, namun di dominasi dengan isu Mayday sebagai hari libur nasional dan kenaikan upah 100%.

Front Oposisi Rakyat Sulawesi Selatan
(FOR Sulsel)Peringari May Day Tahun 2012
dengan Mengusung Tema:
Lawan Politik Ekonomi Kapitalisme
Perubahan pola aksi ke pusat kekuasaan kembali marak terjadi pada kurun waktu 2001-2007. Namun isu Mayday yang diangkat pada rentang waktu ini mulai menjadi sangat politis karena mengusung lawan neoliberalisme dan kapitalisme, menolak revisi UUK No. 13. Sementara walaupun di rentang waktu 2008-2012 masih di warnai aksi-aksi ke pusat kekuasaan, namun yang berbeda di kurun waktu ini ialah serikat buruh kuning mulai ikut aksi memperingati Mayday. Pada tahun-tahun ini isu yang mendominasi adalah isu upah, tolak PHK, hapus sistem kerja kontrak dan outsourcing.

Perubahan pola aksi ke pusat kekuasaan ini, pada awalnya ditanggapi sangat keras oleh rejim penguasa. Upaya untuk melarang kaum buruh untuk aksi ke pusat kekuasaan sangat gencar dilakukan oleh rejim penguasa, melalui aparat keamanan. Bahkan sempat muncul pelarangan dan intimidasi terhadap pengemudi truk agar tidak mengangkut buruh untuk aksi ke pusat-pusat kekuasaan.[3] Namun seiring dengan waktu, respons dari rejim penguasa semakin melunak terhadap aksi-aksi buruh ke pusat kekuasaan. Dalam akhir-akhir tahun ini, pihak penguasa hanya menghimbau agar aksi buruh tidak rusuh serta mengawal secara ketat aksi-aksi yang dilakukan oleh buruh ke pusat kekuasaan.[4]

Selama tahun 2012, selain peringatan Mayday, aksi buruh kembali banyak melakukan aksi-aksi di kawasan industri. Pada periode Oktober-November saja, aksi yang di lakukan di berbagai kawasan industri ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi pengusaha. Dalam wawancaranya dengan Tempo Interaktif,[5] Haryadi B. Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bidang Pengupahan mengatakan, kerugian yang dialami pengusaha akibat gejolak demonstrasi buruh di Bekasi, Jawa Barat, mencapai miliaran rupiah. Angka kerugian ini bisa lebih tinggi karena demonstrasi yang di lakukan buruh menghambat pengiriman barang. Selain itu kerugian disebabkan oleh waktu produksi yang hilang akibat pekerja yang berdemonstrasi. Ketua Hubungan Industrial dan Advokasi Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hasanuddin Rachman juga berpendapat, kerugian akibat demo buruh selama tahun 2012 sejumlah Rp190 triliun atau 20 miliar dolar AS.[6]

Bukan hanya itu, akibat aksi yang dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2012, Kawasan Industri Pulogadung, di perkirakan menderita kerugian hingga 400 Miliar.[7] Industri makanan dan minuman mengalami kerugian hingga mencapai Rp2 triliun.[8] Bahkan, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepri Johannes Kennedy Aritonang mengatakan, demo ribuan buruh yang digelar, Rabu (3/10) lalu telah menimbulkan kerugian bagi pengusaha di Batam sekitar US$40 juta atau setara dengan Rp383 miliar (US$1=Rp9.586). Angka tersebut merupakan akumulasi kerugian secara langsung sekitar US$10 juta dan kerugian tidak langsung sekitar US$30 juta.[9]

Artinya, para pemilik modal telah mengalami kerugian yang sangat besar ketika aksi-aksi buruh ditujukan ke kawasan-kawasan industri. Hal ini jugalah yang menyebabkan tuntutan buruh mulai mendapatkan perhatian yang sangat besar, baik dari media massa, pemilik modal maupun rejim penguasa. Selama beberapa minggu, media massa selalu mengangkat aksi-aksi buruh melakukan penutupan kawasan Industri hingga sweeping buruh.[10] Selain itu, rejim penguasa pun mulai banyak mengeluarkan pernyataan bahwa aksi-aksi buruh tersebut akan menggangu pertumbuhan perekonomian yang ingin dicapai oleh pemerintah saat ini.[11] Sedangkan pihak pemilik modal bahkan sempat mengancam akan melakukan lock-out (pemogokan) jika pemerintah tidak mampu menangani aksi-aksi buruh yang melakukan penutupan kawasan industri, karena pemilik modal telah mengalami kerugian yang sangat besar. Dari aksi-aksi buruh yang menutup kawasan industri ini juga mulai membuahkan hasil dengan dipenuhinya kenaikan upah minimum provinsi yang cukup tinggi bagi buruh, walaupun belum sesuai dengan tuntutan para buruh.[12]

Dari perjalanan aksi-aksi buruh dalam memperingati May Day dari tahun-tahun hingga aksi-aksi buruh di tahun 2012 ini tentunya akan menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kaum buruh dalam memperjuangkan hak-haknya. Yang harus diperhatikan adalah aksi yang mengganggu arus modal dan investasi menjadi sangat efektif untuk menyita perhatian rejim penguasa dan pemilik modal, bahkan hingga dipenuhinya tuntutan-tuntutan para buruh. Untuk itu, tujuan, metode dan pola aksi yang dilakukan oleh buruh harus dipikirkan secara matang sehingga tuntutan-tuntutan yang disampaikan dapat dipenuhi atau minimal mendapatkan perhatian luas dari masyarakat.





[1]  Disampaikan dalam Sidang Majelis Nasional KSN III
[2]  Menteri Perempuan Konfederasi Serikat Nasional KSN
[3]  http://megapolitan.kompas.com/read/2010/01/28/14355176/Ternyata..Polisi.Larang.PO.Bus.Angkut.Pendemo
[4]  Di Tangerang, polisi menurunkan 600 personil untuk Mayday 2012. Kemudian, TNI dan Polri menurunkan 16,068 yang terdiri dari 2400 anggota TNI dan sisanya Polisi untuk Mayday 2012. Sementara di Surabaya, Polisi mengerahkan personil sebanyak 2,700 dan TNI sebanyak 300 personil. Lihat: http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/12/04/26/m337o8-amankan-may-day-polisi-kerahkan-ratusan-personel, http://www.rmol.co/read/2012/04/28/62111/Amankan-Aksi-Buruh,-TNI-dan-Polda-Metro-Jaya-Kerahkan-Puluhan-Ribu-Personil-, http://www.tempo.co/read/news/2012/05/01/058400838/Aksi-Buruh-di-Surabaya-Dijaga-Polisi-dan-TNI
[5]     http://www.tempo.co/read/news/2012/01/27/090380004/Buruh-Berdemo-Kerugian-Miliaran
[11] Sebagai contoh, lihat: http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/11/06/134769/Aksi-Buruh-Dikhawatirkan-Ganggu-Investasi, http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=314946
[12] Rata-rata kenaikan UMP di tahun-tahun sebelumnya hanya berkisar 10,27%, sementara kenaikan UMP untuk tahun 2013 mencapai 18,23%. Sebagai contoh, lihat http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/01/08/2/121178/Kenaikan-UMP-2013-Rata-Rata-1832

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Serikat Rakyat Miskin Demokratik (SRMD) tidak bertanggung jawab atas komentar yang anda tulis pada halaman komentar, admin situs ini juga akan menghapus komentar yang tidak objektif dan atau postingan yang berbau SARA.